Artificial Intelligence (AI) mulai banyak dimanfaatkan secara riil dalam keseharian, salah satu yang paling populer saat ini dalam bentuk chatbot. Umumnya AI tersebut dipadukan dengan Natural Language Processing (NLP) dan Machine Learning (ML) untuk mampu mengakomodasi pertanyaan-pertanyaan dari pelanggan bisnis.
Popularitas layanan berbasis chatbot berkembang tak terlepas dari penetrasi aplikasi berbasis messaging, layaknya LINE, WhatsApp ataupun Messenger. Kira-kira mulai booming sejak 10 tahun yang lalu, sejak tahun 2007 di saat model ponsel pintar mulai banyak dipasarkan dan digunakan masyarakat.
Untuk mengetahui tentang bagaimana perkembangan layanan berbasis AI –khususnya chatbot—di Indonesia, dalam diskusi CEO Kata.ai Irzan Raditya. Tema yang diambil ialah “Chatbot: The Landscape and The Future”. Kata.ai (sebelumnya YessBoss) dikenal sebagai salah satu startup pionir yang memfokuskan dalam pengembangan solusi berbasis AI.
Perkembangan produk berbasis chatbot di pasar
Mengawali diskusi, Irzan memaparkan bahwa saat ini model layanan otomasi mulai banyak diminati oleh perusahaan besar. Selain untuk efisiensi, dari sisi ROI (Return of Investment) dinilai lebih menguntungkan. Terlebih saat ini teknologi fundamentalnya sudah sangat kuat –tidak hanya dari sisi teknologi algoritmanya, melainkan infrastrukturnya juga, misalnya komputasi awan dan big data.
“Saat ini perkembangan layanan chatbot sudah mencapai dua kali lipat dalam setahun,” ujar Irzan.
Turut dicontohkan di Indonesia sendiri sudah ada beberapa perusahaan yang bermitra dengan Kata.ai untuk mengembangkan layanan berbasis chatbot. Umumnya untuk layanan pelanggan, seperti BCA dengan Vira, Unilever dengan Jemma dan Telkomsel dengan Veronica. Bot tersebut dipasangkan di aplikasi populer layaknya LINE ataupun Facebook Messenger.
“Pada dasarnya chatbot menawarkan berbagai keunggulan. Di antaranya pengguna tidak perlu lagi mencari supplier, menghubungi mereka, memeriksa ketersediaan dan pembayaran rincian. Semua akan distimulasikan oleh respons spesifik berdasarkan pertanyaan yang dikirim,” jelas Irzan.
Banyak potensi yang masih bisa dieksploitasi
Landasan teknologi chatbot salah satunya ML, membuat mesin terus belajar memahami pola pelanggan. NLP memungkinkan “robot” tersebut memahami bahasa yang biasa digunakan oleh pengguna. Dan yang paling menarik juga terkait keterbukaan pengembang platform messengeryang makin terbuka dengan integrasi layanan dengan produk seperti chatbot dari pihak ketiga, hal ini ditunjukkan dengan ketersediaan API (Application Programming Interface) dan banyak kanal yang dikhususkan untuk pemasangan chatbot –dan terpantau terus diprioritaskan.
Memang, saat ini pemanfaatan chatbot lebih banyak digunakan untuk model layanan pelanggan. Namun demikian, sejatinya landasan dari chatbot sendiri masih sangat bisa dikembangkan untuk berbagai hal. Contohnya, dari model layanan pelanggan, beberapa chatbot didesain untuk dapat memproses langsung berbagai jenis transaksi terkait dengan bisnis perusahaan.
Model seperti chat-commerce bisa juga dioptimasikan dengan chatbot untuk pelayanan yang sepenuhnya otomatis. Kendati demikian dampaknya sudah pasti pada pengurangan SDM –seperti yang sudah terjadi di beberapa startup atau perusahaan yang mulai bertransformasi digital saat ini. [ds/ap]