Pada tanggal 4 Juli 2017 ini, Front Driver Online Indonesia yang mewakili mitra pengemudi GrabCar mengadakan ‘aksi damai’ di depan kantor Grab di Gedung Maspion, Jakarta Utara. Aksi ini merupakan kelanjutan dari aksi serupa yang mereka adakan pada tanggal 27 Juni 2017 yang lalu.
Seperti dilansir CNN Indonesia, kisruh ini bermula dari janji pihak Grab yang akan memberikan bonus besar pada para pengemudi yang tetap beroperasi selama libur Lebaran. Namun pihak Grab justru menganggap ada beberapa pengemudi yang melakukan kecurangan, sehingga mereka harus membekukan (suspend) akun dari sekitar dua ratus pengemudi.
Hal ini pun memicu protes dari para pengemudi. Mereka menuntut beberapa hal, mulai dari meminta uang insentif yang seharusnya mereka dapatkan, menghapus kode etik yang merugikan pengemudi, klarifikasi tuduhan melakukan kecurangan, melibatkan mitra pengemudi dalam membuat peraturan, dan tidak membekukan akun pengemudi tanpa ada upaya konfirmasi.
Dalam aksi hari ini, para pengemudi GrabCar tersebut mengaku akan lebih fokus menuntut uang yang belum pihak Grab bayarkan pada pemilik akun yang terkena pembekuan. Mereka pun menyatakan tidak akan melakukan sweeping terhadap pengemudi GrabCar lain yang tidak ikut aksi dan memilih untuk bekerja seperti biasa.
Managing Director Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata menyayangkan aksi demonstrasi tersebut, karena menurutnya telah dicapai kesepakatan pada tanggal 3 Juli 2017 kemarin. Pihak Grab dan pengemudi setuju untuk melakukan dialog lebih lanjut pada tanggal 10 Juli 2017 mendatang.
Namun menurut Ridzki, pihaknya menyadari kalau para pengemudi tetap bebas mengemukakan pendapat mereka sepanjang sesuai dengan peraturan. Oleh karena itu, ia telah berkoordinasi dengan pihak kepolisian untuk memastikan terjaganya keamanan.
“Mengenai permintaan mereka terkait penonaktifan dan insentif tentunya akan terjawab pada pertemuan selanjutnya sesuai kesepakatan,” jelas Ridzki.
Sebelumnya, para pengemudi transportasi online seperti Uber, GrabCar, dan GO-CAR pun pernah melakukan demonstrasi kepada pemerintah maupun penyedia layanan tempat mereka bernaung. Mereka memprotes beberapa hal, mulai dari kebijakan pemerintah yang mengharuskan KIR dan STNK dengan nama perusahaan, hingga perhitungan komisi. [tia/ap]