Memutuskan menjalani karier sebagai developer startup maupun studio game bukanlah perkara mudah. Hanya orang-orang yang memiliki idealisme yang tinggi serta strategi yang baik yang bisa bertahan.
Belum lagi ditambah dengan maraknya kasus pembajakan konten digital yang sudah menjadi hal yang lumrah di negeri ini. Misalnya pembajakan karakter Gatotkaca dari komik Garudayana, game Indonesia buatan Touchten Games, dan masih banyak lagi kasus serupa yang dialami oleh para developer lokal.
Hal ini secara tidak langsung sangat menghambat para developer dalam berkarya. Pasalnya, pembajakan mampu memberikan dampak buruk yang sangat merugikan. Tak heran bila pembajakan menjadi musuh utama para developer.
Menilik beberapa kasus pembajakan yang terjadi di atas, apakah melindungi karya mereka melalui Hak Kekayaan Intelektual (HKI) bisa menjadi salah satu solusi terbaik? Lalu, apa saja peran penting HKI bagi developer atau startup pemula?
Peran Hak Kekayaan Intelektual
Bagi developer ataupun startup yang masih memulai tahap awal bisnis, melindungi karya mereka melalui HKI mampu menjadi aset penting layaknya pedang dan perisai.
Mengapa demikian? Sebab HKI tidak hanya mampu melindungi dari pembajakan, tetapi juga bisa menjadi hak monopoli untuk melarang pihak lain menggunakan HKI tanpa seizin pemiliknya. Hal ini disebabkan sistem pendaftaran HKI diberikan kepada pihak yang pertama kali mendaftarkannya ke Direktoral Jenderal HKI (Dikjen HKI). Oleh sebab itu, sangat penting untuk mendaftarkannya sejak awal.
Selain itu, biasanya aset terpenting bagi startup bukan berupa aset fisik, namun berupa kumpulan ide yang diwujudkan dalam suatu produk. Dan secara garis besar HKI dibagi menjadi dua yaitu hak cipta dan hak kekayaan industri yang meliputi hak paten, merek dagang dan lainnya.
Dikutip dari situs resmi StartupHKI dalam salah satu artikel menyatakan bahwa setiap bisnis pasti tidak pernah luput dari HKI. Pasalnya, HKI bisa menjadi salah satu cara bagaimanastartup lokal bisa bersaing dan memasuki pasar global.
Sejarah pun sudah membuktikan bahwa banyak bisnis yang berkembang dan memperoleh keuntungan yang besar dengan memanfaatkan merek dan inovasi produk. Tak hanya itu saja, HKI bisa menjadi senjata ketika terjadi sengketa terkait hak paten di masa mendatang. Seperti yang sempat dialami oleh Line Kakaotalk dengan Uniloc serta perseteruan Apple dan Samsung.
Meski begitu, tidak bisa dipungkiri jika saat ini masih banyak developer maupun startup pemula yang belum mematenkan karya mereka. Pasalnya sebagian besar dari mereka masih belum merasakan dampak manfaat HKI secara nyata. Mereka menganggap hal itu bukan sebagai aset dan cuma memakan biaya saja. Selain itu aparat penegakan hukum terkait penyalahgunaan HKI pun dirasa masih memiliki banyak kendala.
Sosialisasi dan payung hukum Hak Kekayaan Intelektual
Pada dasarnya peraturan mengenai HKI di Indonesia sudah lengkap dan telah mengadopsi ketentuan dan konvensi internasional. Tak hanya itu, informasi terkait HKI dapat diakses dengan mudah melalui situs resmi Ditjen HKI.
Dan pihaknya telah mengembangkan berbagai fasilitas online seperti e-tutorial HKI, e-status HKI dan sistem lainnya. Sementara payung hukum yang melindungi hak cipta terdapat pada Undang-Undang Hak Cipta No.28 Tahun 2014.
Akan tetapi, proses pendaftaran HKI masih terbilang membutuhkan waktu yang lama. Dan pada kenyataannya, masyarakat dan penegak hukum saat ini masih memberi perhatian yang lebih terhadap kejahatan konvensional ketimbang kejahatan komputer seperti penyalahgunaan HKI dan kasus pembajakan konten digital. Sehingga penerapan HKI dari sisi penegak hukum masih sering mengalami banyak kendala, termasuk kendala biaya pengacara, iklan pengumuman dan lainnya.
Pemerintah juga masih kesulitan mengidentifikasi tindakan pelanggaran terkait HKI terutama pada konten digital seperti pembajakan game, merek produk, dan lainnya. Sehingga beberapa developer lebih memilih untuk mengumpulkan bukti pembajakan, melaporkannya ke Google Play dan iTunes App Store untuk aplikasi yang dirilis melalui platform tersebut, dan menyebarkan beritanya bisa melalui media online atau media sosial. Cara ini dinilai cukup efektif daripada memperkarakannya melalui jalur hukum.
Sosialisasi mengenai HKI pun masih belum maksimal dan masih membutuhkan kerjasama dari banyak pihak. Tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, dalam hal ini yaitu Dikjen HKI tetapi juga beberapa pihak terkait seperti konsultan HKI, akademisi, pelaku usaha, serta konsumen. Tujuannya agar HKI dapat dikenal dan dipahami dengan mudah oleh semua masyarakat dan memiliki dampak nyata bagi perekonomian.
Meskipun demikian, tidak bisa dipandang sebelah mata bahwa saat ini pihak pemerintah maupun swasta tengah gencar memberikan dukungan bagi startup pemula. Seperti adanya beberapa program pemerintah yaitu Badan Ekonomi Kreatif Indonesia (Bekraf) yang juga memfasilitasi (terkait HKI dan gerakan nasional 1000 startup digital.
Adapun beberapa layanan inkubator dan akselerator startup di Indonesia dan beberapa ajang kompetisi untuk startup pemula. Hal tersebut terbukti sangat efektif untuk mengembangkan ekosistem startup tanah air.
Kesimpulan
Melindungi startup dengan mematenkannya melalui HKI merupakan hal penting, meskipun sebagian developer masih banyak yang mengabaikannya, sebab terkait kendala masalah penegakan hukum di Indonesia serta sosialisasi terkait hal ini yang belum maksimal. Jadi seberapa penting peran HKI bagi developer maupun startup pemula di Indonesia? [tia/ap]