Millennial, yaitu orang yang lahir pada tahun 80-an atau setelahnya, tumbuh dengan teknologi. Digitalisasi sangat berpengaruh pada hidup mereka. Millennial memiliki cara berpikir dan sistem bekerja yang lebih bebas, sehingga membedakan mereka dari generasi sebelumnya.
“Terdapat perubahan motivasi bekerja antar angkatan,” terang Naka Akiko, CEO Wantedly. Wantedly adalah perusahaan asal Jepang yang mempertemukan pekerja—kebanyakan merupakan millennial—dengan perusahaan berkultur sesuai.
Bukan soal uang
Menurut Naka, semangat kerja para millennial diidentifikasi dengan motivasi 3.0. Mereka tidak termotivasi oleh uang, tapi dengan apa yang mereka lakukan. Dengan pola pikir ini, lebih mudah bagi para millennial untuk meninggalkan suatu profesi jika perusahaan tempat mereka bekerja tidak cocok dengan tujuan pribadi.
Ini berbeda dengan generasi sebelumnya yang memiliki motivasi 2.0. Situasi kerja pada generasi sebelumnya lebih mirip sebuah transaksi. “Pekerja menukar keahlian dan waktu mereka dengan gaji,” jelas Naka.
Selain itu, kondisi ekonomi pada angkatan bermotivasi 2.0 juga tak sebaik saat para millennial tumbuh dan bekerja. Faktor ini berpengaruh pada bagaimana mereka bersikap terhadap risiko finansial.
Risiko finansial telah berubah
Bagi millennial yang sudah mapan, mereka lebih tidak acuh terhadap risiko finansial. Uang bukan lagi jadi hal yang membuat mereka bertahan terhadap sebuah profesi atau pekerjaan. “Mereka termotivasi jika mengerti apa yang harus dilakukan, yaitu motivasi yang datang dari dalam (inner motivation),” ungkap Naka.
Oleh karena itu, pilihan bekerja mereka pun berubah. Para millennial tak lagi mengincar perusahaan besar untuk mencapai kemapanan. “Mereka membangun impian, membuat perusahaan, dan mengejar mimpi itu,” terangnya.
Bahkan menurut Naka, terdapat tren baru di antara para mahasiswa pada saat ini. “Mahasiswa lapis pertama cenderung ingin membangun startup, lapis kedua bergabung dengan startuptersebut, dan lapis ketiga akan bergabung dengan perusahaan besar.”
Takaran kerja yang tepat
Millennial juga membutuhkan tantangan dalam bekerja. Pekerjaan yang terlalu mudah akan membuat mereka cepat bosan, tapi pekerjaan yang terlalu sulit akan membuat mereka kewalahan. “Kamu harus menempatkan tantangan pada porsi yang tepat agar mereka menjadi sangat produktif,” terang Naka.
Lantas bagaimana kamu tahu bagaimana takaran yang tepat? Sebagai pihak manajemen, kamu hanya perlu menetapkan target tertentu. Agar takarannya tepat, target ini mesti disepakati bersama. Berikan detail dari tugas yang dilakukan, sebab millennial perlu kejelasan tujuan dari kerja yang mereka lakukan.
Begitu target ditetapkan, biarkan mereka bekerja dengan caranya. “Jangan mengatur segala aspek pekerjaan secara detail. Mereka membencinya,” tegas Naka. Ia mengingatkan bahwa para millennial cenderung cerdas dan tahu apa yang dilakukannya. Maka, berikan mereka kebebasan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan caranya sendiri.
Artikel ini merupakan bagian dari liputan Tech in Asia Jakarta 2016 yang berlangsung pada tanggal 16 dan 17 November 2016.