Dalam tesis S2 saya yang berjudul “Development of young technology companies across Asia-Pacific,” saya melakukan sebuah survei untuk menilai motivasi dan persepsi mahasiswa Indonesia terhadap bisnis teknologi.
Saya menemukan bahwa mahasiswa Indonesia memiliki semangat kewirausahaan yang tinggi. Sekitar 69 persen dari responden ingin memulai bisnis mereka sendiri setelah menyelesaikan studi. Menariknya, hampir 62 persen dari jumlah tersebut ingin menjadi pengusaha di ranah teknologi.
Menurut survei tersebut pula, inovasi menjadi dorongan utama mahasiswa Indonesia untuk berwirausaha. Sedangkan kurangnya informasi, kreativitas, keterampilan profesional, dan modal bisnis menjadi penghalang utama mereka.
Indonesia: negara wirausaha
Tidak seperti masyarakat di negara Asia Timur lainnya, orang Indonesia cenderung memiliki level ”uncertainty avoidance” yang rendah, atau bisa dibilang tidak takut pada ketidakpastian. Berwirausaha adalah pilihan karier yang dihormati di masyarakat ini. Pasalnya, profesi ini memiliki sejumlah keuntungan. Para pengusaha umumnya dipandang beruntung karena memiliki kontrol penuh terhadap pekerjaan sehari-hari mereka, bisa mengerjakan hal yang mereka inginkan, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang tersedia.
Kebanyakan orang Indonesia juga percaya bahwa kewirausahaan memberi dampak positif bagi masyarakat. Menurut survei, 68 persen mahasiswa menunjukkan bahwa universitas tempat mereka belajar mendorong mereka untuk menjadi pengusaha melalui kursus dan seminar. Beberapa universitas menawarkan program yang berfokus pada “Entrepreneurship”. Universitas Bina Nusantara (Binus) di Jakarta bahkan memiliki akselerator startup sendiri bagi pengusaha di bidang teknologi.
Potensi startup teknologi di Indonesia
Industri startup teknologi cukup populer di kalangan mahasiswa Indonesia karena dianggap inovatif dan fleksibel. Sekitar 91 persen dari mahasiswa Indonesia mengaku ingin bekerja di perusahaan startup teknologi—media sosial dan hiburan adalah sektor yang paling mereka sukai.
Tingginya jumlah pengguna internet, penduduk usia muda, dan meningkatnya konsumen kelas menengah menciptakan peluang-peluang baru bagi pengusaha teknologi di negara ini.
Kurang siapnya sumber daya manusia
Prospek ekonomi startup teknologi di Indonesia memang terlihat menjanjikan, namun sumber daya manusia (SDM) di negara ini masih memerlukan perbaikan yang signifikan. Menurut survei, penghalang utama bagi mahasiswa untuk memulai bisnis mereka sendiri adalah “kurangnya kreativitas dan keterampilan profesional.”
Para analis juga mengkhawatirkan kurangnya keterampilan profesional yang dimiliki para lulusan di Indonesia, serta rendahnya performa mereka dalam sistem pendidikan negara ini. Meskipun tingkat kehadiran siswa di kelas telah meningkat secara dramatis dalam 20 tahun terakhir, peringkat pendidikan Indonesia dalam Programme for International Student Assesment (PISA) masih termasuk yang terendah di dunia. PISA sendiri merupakan sistem penilaian internasional yang menguji kemampuan anak sekolah usia lima belas tahun dalam bidang literasi membaca, matematika, dan sains.
Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) melaporkan bahwa pemilik usaha di Indonesia prihatin terhadap rendahnya kualifikasi mahasiswa di negara ini. Banyak perusahaan menyatakan bahwa sebagian besar lulusan masuk ke pasar tenaga kerja tanpa keterampilan kerja yang memadai.
Perusahaan umumnya menuntut mahasiswa untuk meningkatkan kemampuan Bahasa Inggris, pengetahuan komputer, keterampilan memecahkan masalah, dan berpikir kritis.
Sayangnya, untuk saat ini, lembaga pendidikan di Indonesia tidak melatih mahasiswa dengan kualifikasi tersebut. Hal ini membuat mereka kesulitan memasuki pasar kerja dan bisa membahayakan perkembangan ekonomi negara ini, baik dalam jangka pendek maupun panjang.
Kemampuan tersebut sangat diperlukan untuk semua perusahaan startup teknologi. Jika angkatan kerja yang masuk tidak memiliki kualifikasi tersebut, ekosistem startup akan kekurangan tenaga kerja. Kondisi ini bisa membuat Indonesia tidak cocok lagi untuk menjadi tempat mengembangkan startup. Meskipun e-commerce tengah berkembang pesat, sektor ini akan menjadi kurang kompetitif tanpa tersedianya sumber daya manusia yang mumpuni.
Solusi untuk masa depan
Sekolah dan perguruan tinggi di Indonesia harus mengubah program tradisional mereka demi mempersiapkan mahasiswa agar bisa bersaing di tengah perekonomian global, yang inovatif dan berbasis pengetahuan ini.
Fresh graduate harus berkontribusi pada ekosistem startup yang tengah berkembang di negara ini dan memenuhi persyaratan profesional yang diharapkan.
Jika sistem pendidikan tidak berubah, para lulusan perguruan tinggi akan kalah bersaing dan akhirnya tertinggal. Kondisi ini bisa membuat negara didominasi oleh pengusaha asing.
Kerja sama internasional adalah cara yang baik untuk memperbaiki situasi tersebut. Lembaga pendidikan di Indonesia harus berkolaborasi dengan universitas dan sekolah dari negara lain yang memiliki sistem pendidikan bagus, untuk memberikan pelatihan bagi tenaga pendidik di negara ini.
Negara-negara seperti Korea Selatan, Finlandia, dan Kanada bisa menjadi mitra pendidikan yang baik. Sementara startup dari Amerika Serikat, Inggris, atau Singapura bisa membantu memberikan pelatihan dan meningkatkan daya saing startup Indonesia.
Sementara startup Indonesia mendapat manfaat yang jelas dari kemitraan tersebut, startupasing juga bisa mendapatkan akses yang lebih baik di dalam negeri dan pasar Asia Tenggara lainnya. Tantangan utama dari kemitraan internasional tersebut adalah menjaga kerja sama dan komunikasi yang efektif di antara kedua belah pihak.
(Artikel ini pertama kali dipublikasikan dalam bahasa Inggris. Isi di dalamnya telah diterjemahkan dan dimodifikasi oleh Lina Noviandari. Diedit oleh Septa Mellina; Sumber gambar: ximagination.)