Seluruh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dipastikan akan bergabung ke dalam Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) pada akhir Maret 2025. Wakil Menteri BUMN, Dony Oskaria, menegaskan target ini sebagai langkah strategis untuk mengelola aset negara. Apa tujuan di balik kebijakan ini, dan bagaimana dampaknya? Simak ulasan berikut.
Daftar Isi
Target Akhir Maret: Inbreng BUMN ke Danantara
Dony Oskaria, Wakil Menteri BUMN, optimistis proses pengalihan (inbreng) kepemilikan saham BUMN ke Danantara akan rampung sebelum Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) akhir Maret 2025. “Insyaallah, sebelum RUPS, kami lakukan inbreng sekaligus,” ujarnya, dikutip dari Antara. Proses ini mencakup semua BUMN berstatus Perseroan Terbatas (PT), dengan asetnya dikelola Danantara untuk kebutuhan investasi dan operasional.
Namun, nasib BUMN berbentuk Perusahaan Umum (Perum) masih dalam tahap kajian. Pemerintah tengah mempertimbangkan apakah Perum akan diubah menjadi PT atau tetap berdiri sendiri, menyesuaikan dengan visi konsolidasi Danantara.
Tujuan Konsolidasi: Efisiensi dan Daya Saing Global
Kebijakan ini bertujuan meningkatkan efisiensi pengelolaan BUMN dan memperkuat daya saing di kancah global. Dengan aset fantastis mencapai Rp14,6 kuadriliun, Danantara diposisikan sebagai lembaga dana abadi (sovereign wealth fund) terbesar kedelapan di dunia. Konsolidasi ini memungkinkan dividen BUMN, yang sebelumnya disetor ke Kementerian Keuangan, dikelola langsung oleh Danantara untuk ekspansi dan perbaikan perusahaan.
Langkah ini diharapkan menciptakan sinergi antar-BUMN, terutama bagi perusahaan yang masih merugi, seperti BUMN Karya, melalui restrukturisasi terpusat. Dengan demikian, Danantara menjadi wadah untuk mengoptimalkan aset negara secara lebih terintegrasi.
Tantangan dan Kritik: Birokrasi vs Performa
Meski ambisius, kebijakan ini menuai pandangan kritis. Ekonom Universitas Gadjah Mada, Eddy Junarsin, memperingatkan bahwa Danantara bisa menurunkan performa BUMN. “Manfaatnya lebih defensif, bukan ofensif. Transparansi dan tata kelola mungkin membaik, tapi performa dan inovasi belum tentu,” katanya, dikutip dari laman resmi UGM.
Menurut Eddy, penambahan lapisan birokrasi melalui Danantara berisiko memperlambat pengambilan keputusan. Alih-alih mendorong inovasi, fokus pada tata kelola bisa membuat BUMN kurang lincah di pasar global. Ini menjadi perhatian serius, mengingat daya saing adalah salah satu tujuan utama konsolidasi.
Dampak bagi BUMN dan Ekonomi Nasional
Bagi BUMN, masuknya ke Danantara menjanjikan:
- Pengelolaan Terpusat: Konsolidasi memudahkan restrukturisasi dan ekspansi.
- Kekuatan Finansial: Aset Rp14,6 kuadriliun memperkuat posisi Danantara sebagai pemain global.
- Efisiensi Operasional: Sinergi antar-BUMN diharapkan meningkatkan profitabilitas.
Namun, tantangan birokrasi dan potensi stagnasi inovasi tetap menjadi risiko yang harus diatasi. Bagi ekonomi nasional, keberhasilan Danantara bisa mempercepat proyek strategis, seperti hilirisasi dan pembangunan infrastruktur, sekaligus menarik investor global.
Apa yang Diharapkan ke Depan?
Hingga akhir Maret 2025, pemerintah fokus menyelesaikan proses inbreng dan merampungkan kajian status Perum. Keberhasilan Danantara akan bergantung pada eksekusi yang cepat dan pengelolaan yang transparan. Investor dan pelaku pasar disarankan memantau perkembangan ini, karena konsolidasi BUMN bisa memengaruhi saham perusahaan pelat merah di bursa.
Kesimpulan
Seluruh BUMN akan masuk Danantara akhir Maret 2025, menargetkan efisiensi dan daya saing global dengan aset Rp14,6 kuadriliun. Dony Oskaria yakin proses inbreng rampung sebelum RUPS, meski nasib Perum masih dikaji. Namun, kritik dari ekonom seperti Eddy Junarsin mengingatkan risiko birokrasi yang bisa menghambat inovasi. Akankah Danantara menjadi game-changer atau justru beban baru bagi BUMN? Waktu akan menjawab.