Terlepas dari sulitnya proses kreatif mencipta video game, developer harus sadar bahwa ada beberapa elemen atau aspek khusus dalam video game yang terlampau sering digunakan sehingga berujung menjadi sebuah klise yang membosankan.
Developer video game senantiasa menghadirkan sensasi dan pengalaman tak terlupakan bagi para pemain game mereka dengan melibatkan daya kreativitas dan inovasi terbaik yang bisa mereka suguhkan. Mereka selalu memastikan agar setiap jengkal langkah, setiap senjata yang tersedia, dan setiap musuh yang dihadapi oleh gamer dalam game besutan mereka sudah dirancang semaksimal mungkin dan sesuai dengan apa yang diharapkan.
Akan tetapi, pernahkah kamu mengalami semacam perasaan déjà vu ketika memainkan suatu game? Perasaan yang menggelayut seolah kamu sudah pernah atau bahkan sering menemukan hal dalam game tersebut yang sama dengan yang ada dalam suatu game yang pernah kamu mainkan di masa lalu? Santai, kalau kamu sering merasakannya, itu bukan berarti kamu mesti memeriksakan diri ke dokter psikiater terdekat kok.
Meski belum pernah merasakan beratnya menjadi pencipta game, tapi kita tentu mengerti bahwasanya mustahil untuk menciptakan sesuatu yang semua aspek dan elemennya benar-benar baru dan belum pernah dilakukan oleh kreator video game yang lain.
Hanya saja, ada beberapa teknik dan aspek tertentu yang rasanya terlalu repetitif hingga menjadi semacam klise yang menjemukan. Seperti ketujuh klise di bawah ini yang kami yakin betul, kamu pasti sering sekali menemukannya pada hampir setiap judul game yang pernah kamu mainkan.
Kami akui, memang seru menyaksikan kumpulan bandit atau zombie terpental berhamburan oleh ledakan dari sebuah barel. Hal ini juga berdampak pada suasana permainan yang semakin seru dan meriah. Dengan adanya barel ini, developer juga secara tidak langsung memberi kita kesempatan untuk menghemat persediaan peluru yang kita punya. Itupun jika tembakan kita tak meleset.
Hanya saja, rasanya sulit dinalar melihat barel yang diletakkan begitu saja di markas musuh seolah benda tersebut telah mereka persiapkan untuk mempermudah kita menghabisi mereka semua.
Dan melihat perkembangan game saat ini, sepertinya tren ini belum akan hilang dalam waktu dekat. Biar begitu, tak apalah. Toh, kita pun tak keberatan dengan klise yang satu ini.
Bukannya ingin bersikap seksis, tapi memangnya tak ada sosok lain yang lebih pantas disandera atau diculik oleh penjahat atau monster selain seorang wanita muda? Bagaimana dengan sosok pangeran atau cobalah dengan hal lebih sederhana, seperti saudara laki-lakinya mungkin? Atau culik saja seorang kakek tua tanpa alasan khusus dan tunggu hingga cucunya, yang seorang ahli bela diri, menghajar semua anak buah sang musuh utama dan menjemputnya. Yup, Jackie Chan Stunt Master.
Percayalah, itu jauh lebih baik ketimbang harus menyelematkan seorang putri presiden Amerika Serikat yang sepanjang perjalanan bertingkah sangat menyebalkan dan merepotkan.
Usai menyelesaikan satu perjalanan panjang menghabisi para monster luar angkasa, senyum semringah kita langsung pudar ketika melihat bos raksasa di depan mata.
Tapi, jangan putus asa dulu. Tunggu sampai rekan artificial inteligence kita memberitahukan di mana titik lemahnya. Atau untuk game tertentu, tunggu saja sampai makhluk besar itu dengan idiotnya menunjukkan kepada kita secara langsung titik lemah mereka yang bisa kita serang bahkan dengan senjata paling sederhana sekalipun.
Hal ini sangat membantu sebetulnya, tapi rasanya terlalu komikal dan tak masuk akal apabila seekor makhluk raksasa dengan penampilan menyeramkan serta berbalut cangkang dari baja, misalnya, secara ajaib berbaik hati menyediakan “titik sasaran serang” bagi kita untuk menumpasnya lebih cepat.
Kami yakin bahkan penggemar paling sepuh dari makhluk yang sudah menjelma menjadi ikon budaya ini sekalipun sudah muak melihat mayat hidup ini berkeliaran di video game.
Komoditas yang memang tak pernah gagal jadi jualan dalam industri yang menggiurkan ini. Entah itu dalam game yang memang memplotnya sebagai musuh utama seperti Left 4 Dead, Resident Evil, atauThe Walking Dead. Hingga game non-zombie, semisal Call of Duty atau Counter Strike yang menyertakan keseruan menghabisi zombie dalam bentuk mode sampingan atau juga DLC.
Namun, kerapnya penggunaan zombie sebagai tema keseruan sebuah video game sudah dianggap melampaui batas kewajaran. Orang sudah bosan dan jenuh dengan pemikiran si kreator yang seolah terkungkung dalam konsep arus utama semacam ini.
Kecuali jika developer punya formula khusus dalam meracik sebuah game bertema zombie, dengan mekanik permainan, cerita utama, senjata, hingga penampilan zombie yang berbeda atau gabungan semua elemen itu, yang membuat gagasan game menyangkut zombie ini jadi tampak lebih baru dan segar.
Ya, suka tidak suka, inilah fakta yang terjadi dalam industri video game. Selain zombie, wanita seksi jadi ‘objek’ yang diandalkan developer dalam menambah daya jual game mereka di pasaran.
Salah satu gender dari 72 gender ini seringkali diciptakan dengan proporsi tubuh yang tidak realistis. Khususnya, terjadi “penggelembungan” pada bagian tubuh tertentu, seperti, ehm, oppai, misalnya. Karakter wanita tak henti-hentinya menjadi objek fantasi seksual.
Soul Calibur atau Dead or Alive menjadi dua judul yang paling merepresentasikan kekhawatiran ini. Tapi, selain dalam video game, fenomena ini memang sudah mengakar kuat dalam hampir semua industri media yang ada.
Tentu, Noctis adalah karakter pria yang tampan dan keren dengan rambut ala vokalis Kangen Band atau Jin si pria kekar dengan kekuatan iblis yang begitu menghipnotis. Tapi, gamer, yang kebanyakan didominasi kaum adam ini, pastinya akan lebih tertarik melihat paha mulus Chun Li, Quiet si sniper berbikini, atau berpetualang bersama 2B.
Benar, bahwa jatuh ke dasar jurang dengan duri-duri tajam yang berjejer rapat adalah hal yang menyakitkan dan secara instan dapat menyebabkan kematian. Logika seperti itu bisa diterima dan berlaku secara universal dalam dunia video game.
Tapi, apakah masuk akal jika karakter kita juga tewas hanya karena menyentuh secuil duri tersebut?
Contohnya ada dalam Megaman X6. Dalam misimu untuk menyelematkan bumi, kamu melewati sebuah gua dan tertarik untuk mengambil benda spesial yang ada di salah satu sudutnya.
Tapi, ah, sial! Jalan menuju ke sana dipenuhi duri di bagian atas dan bawah jalurnya.
Lantas, kamu secara logis langsung berpikir,
“Ah, masa bodoh, karakterku kan seorang manusia di abad ke-22 dengan kecerdasan dan ketangguhan seperti robot. Belum lagi armor canggih yang melingkupi sekujur tubuhnya. Duri sekecil itu mana bisa melukainya”.
Pemikiran yang benar dan sebetulnya masuk akal. Tapi, benarkah demikian?
SALAH!
Karena tetiba karaktermu tewas begitu saja ketika kamu menyentuh bagian duri itu. Padahal cuma menyentuh dan itu juga hanya bagian pangkalnya saja, lho. Kalau sudah begitu, kita cuma bisa bergumam “What the F…..???”
Apa sih yang lebih menyebalkan ketimbang sudah bersusah-payah mengalahkan raja terakhir untuk kemudian menyaksikannya bertransformasi menjadi monster yang jauh lebih ganas lagi?
Konon, dalam sebuah film, ada sebuah aturan tak baku yang menyebutkan bahwa seorang penjahat utama wajib “bangkit” dari kematiannya untuk membunuh orang kesayangan sang protagonis atau memberinya kesempatan untuk melakukan satu aksi final ultra-heroik.
Namun, dalam video game rasanya hal ini jadi menyebalkan karena kita dituntut untuk kembali berusaha mengalahkan musuh tersebut, dengan strategi dan usaha yang yang tak jarang harus lebih teliti dan hati-hati.
Oke, klise seperti ini memang terkadang diharapkan oleh beberapa gamer yang tak ingin begitu saja mengakhiri keseruan. Tapi, bagaimana seandainya ketika sang bos telah bermutasi ke bentuk yang lebih baru, lalu kita sudah kehabisan peluru atau tenaga untuk mengalahkannya? Mana potion ataumed-kit sudah habis pula? Terus kita lupa menyimpan data permainan? Terus kalau kita mati, sistem memaksa kita kembali ke awal untuk mengalahkan bos tersebut dalam bentuk pra-transformasinya? Lengkap sudah penderitaan gamer. [dk/ap]
Itulah beberapa klise menyebalkan dan membosankan yang sebaiknya harus segera dihilangkan atau setidaknya diminimalisir oleh para developer video game. Dari ketujuh klise tersebut, mana yang menurutmu paling menguras emosi?
Apa? Menurutmu masih ada klise yang lebih menyebalkan? Silakan sumbang pendapat kamu sepuasnya dalam sesi komentar!