Pertumbuhan (growth) tentu merupakan dambaan setiap entrepreneur, baik itu pertumbuhan perusahaan ataupun produk. Ketika ada pertumbuhan, investor akan tertarik untuk melirik. Aliran dana dan pangsa pasar pun terus membesar. Growth adalah indikator mudah bahwa perusahaan sedang dalam kondisi sehat.
Sesungguhnya, ada kalanya growth justru mendatangkan bahaya. Bahaya ini bisa muncul dari berbagai aspek, mulai dari finansial, proses produksi, hingga manajemen karyawan. Penggiat growth hack harus sadar apa saja bahaya tersebut dan bagaimana menghindarinya. Mari kita telaah bersama.
[postingan number=3 tag=”startup”]
Bahaya-bahaya yang muncul dari growth
Perusahaan yang tumbuh dengan konsisten lama-kelamaan dapat menjadi pusat evolusi komunitas serta ekonomi di sekitarnya. Lapangan pekerjaan baru bermunculan, usaha-usaha yang berkaitan pun turut berkembang. Bahkan perusahaan tersebut bisa menjadi landmark atau simbol daerah tempatnya berada.
Untuk mencapai tingkat pertumbuhan seperti ini, dibutuhkan persiapan dan kebijaksanaan yang matang. Tanpa dua hal itu, pertumbuhan bisa tak terkendali dan akhirnya melampaui kemampuan perusahaan untuk menanganinya. Akibatnya adalah hal-hal berikut:
- Pengeluaran sangat besar untuk ekspansi.
- Terlambat memberi dividen ke investor.
- Beban kerja karyawan terlalu besar, atau kekurangan karyawan.
- Masalah kepemimpinan, pengambilan keputusan semakin sulit.
- Kualitas produk/pelayanan menurun.
- Kepuasan kerja karyawan menurun.
- Brand kehilangan nilai karena tidak fokus (brand dilution).
Ketika masalah-masalah di atas terjadi, ekspansi bukannya membuat perusahaan makin kuat, tapi justru melemah. Klien dan konsumen tak puas sehingga mereka pergi. Perusahaan tidak bisa tumbuh lebih jauh, bahkan menyusut karena bisnis lesu. Ini adalah tanda perusahaan mengalami pertumbuhan yang buruk (bad growth).
Antisipasi terjadinya bad growth
Agar dapat mengantisipasi bad growth, pertama-tama kita perlu memahami dahulu pertumbuhan seperti apa yang disebut bad growth itu. Secara umum, ada empat macam pertumbuhan yang masuk ke dalam kategori bad growth, yaitu:
- Tidak sustainable
- Tidak memiliki value
- Terlalu cepat/tidak seimbang
- Tumbuh ke arah yang salah
Ben McClure menulis dalam Investopedia bahwa CEO biasanya ingin membangun kerajaan, bukan memeliharanya. Selain masalah harga diri dan ambisi, CEO (atau founder) juga mendapat tekanan untuk terus tumbuh demi para investor. Akibatnya perusahaan semakin sulit profit karena dana habis untuk ekspansi.
Mirip seperti istilah “sugar high“ (kondisi di mana daya konsentrasi meningkat sesaat akibat konsumsi gula dalam jumlah besar), pertumbuhan ini hanyalah “sugar growth“. Sekilas terlihat dahsyat, tapi hanya bertahan sebentar dan berisiko kolaps di akhir.
CEO biasanya ingin membangun kerajaan, bukan memeliharanya.
Sebagian perusahaan terjebak dalam sugar growth secara tak sengaja. Mungkin mereka memprediksi kondisi pasar akan membaik dan profit akan datang dalam jangka panjang, namun prediksi itu meleset.
[postingan number=3 tag=”bisnis”]
Sebaliknya, ada juga perusahaan yang melakukan sugar growth secara sengaja, kemudian mencari cara untuk exit. Tapi praktik “nakal” seperti ini jarang terjadi. Apa pun alasannya, sugar growth adalah pertumbuhan buruk yang tidak sustainable dan tidak memiliki nilai apa pun selain mendatangkan rasa senang sesaat.
Pertumbuhan terlalu cepat atau tidak seimbang juga berbahaya, karena dapat membuat perusahaan kewalahan. Bayangkan bila jumlah permintaan konsumen meningkat pesat, tapi kemampuan produksi tidak memadai. Bisa-bisa konsumen harus menunggu lama sebelum mendapat produk.
Begitu pula dengan pertumbuhan ke arah yang salah. Misalnya ketika produk jadi viral di masyarakat, namun viral karena sebab yang buruk. Atau ketika perusahaan tumbuh menjadi sesuatu yang tidak sesuai visi awalnya, sehingga tidak fokus dan tidak jelas harus berkembang menjadi seperti apa.
Pertumbuhan yang baik, sustainable, dan konsisten sangat sulit dicapai. Kata kuncinya ada pada kualitas. Ketika perusahaan atau produk membesar, kita harus berpikir bagaimana caranya bisa menyajikan kualitas sama dengan sebelumnya, namun dengan jumlah produk, layanan, atau klien yang lebih banyak.
Ini berarti kita harus menambah jumlah karyawan, memberikan pelatihan, dan membuat sistem manajemen yang bisa memayungi mereka semua. Mungkin kita bahkan perlu menambah jumlah manajer, atau mengubah alur proses bisnis. Semuanya merupakan tantangan yang harus siap kita hadapi.
Menurut Nic Brisbourne dari Forward Partners, growth yang baik memiliki beberapa karakteristik, seperti:
- Nilai unit economics positif (contoh: revenue per user > cost of acquisition + cost of delivery)
- Manfaat yang jelas untuk konsumen
- Tingkat referral tinggi
- Nilai NPS tinggi
- Tingkat churn rendah
Karakteristik di atas pada akhirnya akan mengarah pada satu kesimpulan: Good growth adalah growth yang dapat mendanai dirinya sendiri, atau akan bisa mendanai diri sendiri di masa depan.
Memprediksi apakah pertumbuhan yang kita incar itu baik atau buruk terkadang sulit. Sedetail apa pun analisis kita, pada akhirnya belum tentu sesuai dengan kenyataan. Namun ada beberapa pertanyaan yang bisa kita jawab untuk membantu, antara lain:
- Apa value yang kamu dapat dengan melakukan ekspansi?
- Bisakah perusahaanmu menangani ekspansi lebih jauh?
- Apakah oportunitas yang ada di luar memungkinkan ekspansi?
- Apa rencanamu bila ekspansi gagal?
Ingat, tidak ada yang namanya pertumbuhan tanpa batas. Bahkan perusahaan raksasa seperti McDonald’s pun pada akhirnya harus mengerem ekspansi setelah menyadari bahwa pasar mereka telah jenuh (saturated).
Bisnis high growth apa pun pada akhirnya akan berubah menjadi slow growth. Dalam lima tingkatan business life cycle, ini artinya perusahaan telah masuk ke tahap Maturity. Pasar telah matang, sehingga akan lebih baik bila kita fokus pada stabilitas perusahaan daripada ekspansi terus-menerus.
Jalur alternatif: menjadi “raksasa kecil”
Ada satu jalur alternatif yang bisa dipilih oleh perusahaan selain melakukan ekspansi hingga jenuh. Jalur alternatif ini dijelaskan oleh Bo Burlingham dalam bukunya yang berjudul Small Giants.
Burlingham menceritakan tentang beberapa perusahaan yang sebetulnya mampu melakukan ekspansi, tapi memilih untuk tidak. Mereka membatasi ukuran perusahaan sampai batas tertentu. Sebagai ganti, mereka fokus pada peningkatan kualitas hingga benar-benar menjadi yang terhebat dalam bidangnya.
Contohnya adalah perusahaan bir yang bernama Anchor Brewing. Berdiri sejak 1896, Anchor Brewing sangat ketat dalam menjaga kualitas minuman mereka, sedemikian sehingga mereka masih terus menggunakan metode tradisional alih-alih cara produksi bir modern.
Mereka masih menggunakan kuali yang terbuat dari tembaga, bukan stainless steel. Proses fermentasi dan pendinginan bir hanya dilakukan menggunakan udara malam alami, tidak menggunakan es. Semua proses ini memang tidak efisien dari segi biaya, tapi hasilnya adalah minuman berkualitas tinggi yang sangat mereka banggakan.
[postingan number=3 tag=”founder”]
Ada banyak keuntungan yang bisa kita dapat dari memilih untuk menjadi “raksasa kecil”, misalnya:
- Kita bisa mengendalikan perusahaan sepenuhnya
- Kualitas produk lebih terjaga
- Interaksi personal antar karyawan lebih erat
- Setiap karyawan merasa bangga karena dampak nyata pekerjaan mereka langsung terlihat
- Mendorong perkembangan ekonomi lokal
Poin terakhir ini terutama cukup menarik. Perusahaan skala kecil pasti akan bergantung pada ekosistem industri di sekitarnya. Kita ambil contoh sebuah restoran, pastinya restoran itu akan membeli bahan-bahan makanan dari pedagang lokal. Konsumennya pun adalah para penduduk sekitar.
Lebih ekstrem lagi, restoran itu bahkan bisa menciptakan menu unik yang muncul akibat kondisi iklim atau geografi sekitar. Selain itu mereka juga akan memiliki jaringan partner yang terpercaya berkat kerja sama dalam jangka panjang. Hal-hal seperti ini sulit terjadi di perusahaan yang melakukan ekspansi masal.
Apakah kamu ingin menjadi raksasa besar atau raksasa kecil, itu semua tergantung dari visi yang kamu miliki di perusahaan. Setiap pilihan tentu ada kelebihan dan kekurangannya. Tapi bila poin-poin di atas adalah hal-hal yang ingin kamu capai dalam hidup, maka raksasa kecil bisa menjadi pilihan yang sangat menarik.
[postingan number=3 tag=”hacker”]
Pertumbuhan perusahaan memang menyenangkan. Tapi kita harus sadar bahwa pertumbuhan bisa bersifat baik atau buruk. Bila kamu merencanakan pertumbuhan, pastikan bahwa pertumbuhan itu benar-benar memiliki value dan tidak akan membuat perusahaan malah kolaps di masa depan.
Tumbuh besar atau tetap kecil sama-sama pilihan yang bisa diambil. Tinggal sesuaikan saja dengan visi perusahaanmu. Satu hal yang harus dihindari, jangan sampai melakukan “growth for the sake of growth”, alias tumbuh sekadar supaya ada pertumbuhan, karena nasib perusahaan juga menentukan nasib banyak karyawannya. [tia/ap]