Pada tanggal 10 Juli 2017 mendatang, Grab Indonesia akan kembali melakukan mediasi dengan mitra pengemudi GrabCar terkait unjuk rasa pada 27 Juni 2017 dan 4 Juli 2017 yang lalu. Unjuk rasa itu dilakukan terkait dengan janji bonus besar dari Grab pada para pengemudi yang tetap beroperasi selama libur Lebaran. Namun, pihak Grab menganggap ada para pengemudi yang melakukan kecurangan, sehingga mereka memutuskan untuk membekukan (suspend) akun milik sekitar dua ratus pengemudi.
Managing Director Grab Indonesia, Ridzki Kramadibrata, mengatakan pihaknya menghargai mitra pengemudi yang ingin menyuarakan pendapat. Namun menurut Ridzki, yang melakukan unjuk rasa pada 4 Juli 2017 tidak lebih dari dua ratus orang. Mayoritas pun menurutnya terdiri dari pengemudi yang berkontribusi minim terhadap layanan Grab, serta pihak-pihak yang bukan mitra GrabCar.
Mediasi hanya untuk mitra pengemudi tertentu
“Yang kami hadapi (pada tanggal 10 Juli 2017) nanti adalah mitra pengemudi GrabCar yang berkendara pada periode yang mereka tuntut tersebut. Selain itu, tidak kami layani. Yang bukan mitra pengemudi atau kontribusinya sudah menurun, saya harap tidak usah ikut mediasi. Karena, apa relevansinya?” ujar Ridzki.
Dari beberapa tuntutan yang disuarakan pengunjuk rasa pada tanggal 27 Juni 2017 lalu, ada poin tuntutan berupa penghapusan kode etik yang merugikan pengemudi. Ridzki menjelaskan kalau kode etik itu justru dibuat untuk melindungi penumpang dan mitra pengemudi yang bekerja jujur.
Ridzki mencontohkan salah satu isi kode etik yang melarang penggunaan alat terlarang atau mencurangi sistem Grab. Pelanggaran terhadap larangan tersebut akan berujung pada pembekuan (suspend) akun mitra pengemudi yang bersangkutan.
“Alat yang tidak diperbolehkan di Grab misalnya Fake GPS. Fake GPS ini mencurangi sistem dengan memberikan lokasi yang bukan lokasi sesungguhnya. Ini merugikan mitra pengemudi lain yang bekerja secara jujur, sehingga mereka tidak dapat penumpang,” jelas Ridzki, “bagi penumpang, mereka pun jadi menunggu lebih lama. Selain itu, ada juga kegiatan order fiktif.”
Ridzki menegaskan kalau pihak Grab tidak pernah memaksa mitra pengemudi untuk bergabung dengan mereka. Jika tidak sependapat dengan kode etik yang berlaku di lingkungan Grab, Ridzki mempersilakan mereka meninggalkan Grab.
Insentif Lebaran yang jadi permasalahan
Tuntutan lain dalam aksi unjuk rasa mitra pengemudi GrabCar beberapa hari lalu adalah terkait insentif Lebaran yang dijanjikan Grab. Mengenai hal tersebut, Public Relation Manager Grab Indonesia Dewi Nuraini menjelaskan insentif sebesar Rp10 juta itu merupakan jumlah maksimal yang bisa didapat mitra pengemudi GrabCar selama satu bulan pada Ramadan lalu.
“Jadi misalnya dia selesaikan sejumlah trip tertentu, dapat insentif Rp300.000. Kadang ada yang tinggal sedikit lagi mencapai target, dia melakukan order fiktif. Itu tidak dapat insentif,” jelas Dewi.
Sebelumnya, Ridzki juga menyatakan bahwa dampak aksi demontrasi itu sangat minim bagi bisnis Grab di Indonesia. Menurutnya, masih banyak pengemudi jujur dan pengguna yang mencintai Grab. [tia/ap]