Seringnya, founder baru belajar lebih banyak dari kesalahan yang mereka buat selama mendirikanstartup dibanding dari kesuksesan mereka. Ini kurang lebih sama dengan pengalaman yang saya miliki.
Ketika saya memulai menjadi seorang founder delapan tahun lalu, saya tidak tahu apa-apa tentang cara membuat rencana bisnis, mengurus email pemasaran, atau menumbuhkan usaha. Apalagi hal-hal yang kompleks seperti membuat Term Sheet investasi, SEO, dan iklan PPC saya masih seperti menjadi founder baru.
Berita baiknya, saya mengubah apa yang saya pelajari [dari kesalahan saya] menjadi bisnis-bisnis baru. Kami meluncurkan Webfosys sebagai sebuah layanan penyedia konten. Kemudian kami terus membuat variasi bisnis seperti pengembangan situs, pemasaran digital, pengembangan aplikasi mobile, digital branding dan PR, manajemen media sosial, pembangkitan prospek secara online, dan bahkan konsultasi startup.
[postingan number=3 tag=”startup”]
Jadi, saya memutuskan untuk menulis artikel ini untuk membagikan apa yang saya pelajari dari hampir satu dekade perjalanan kewirausahaan saya. Sebagai founder baru banyak sekali kesalahan-kesalahan yang sering saya lakukan.
Menghabiskan uang untuk kegiatan yang tak begitu penting
Ketika pendapatan mulai mengalir, kesalahan paling umum yang dilakukan founder baru startup minim pengalaman adalah menginvestasikan terlalu banyak uang untuk kegiatan kurang penting. Beberapa di antaranya adalah guest blogging atau menulis artikel untuk dimuat di situs orang lain, memberikan hadiah [bagi pengguna], dan public relation (PR).
Meskipun sebagian agen PR melakukan kerja yang bagus dengan bayaran yang standar, banyak agen PR lain yang mematok harga yang sangat tinggi. Seringnya, ROI atau laba atas investasi yang kita dapat tidak sebanding dengan harga yang mereka patok.
Saya bahkan pernah mengeluarkan banyak uang untuk beriklan di TV! Meski tim kami senang melihat perusahaannya masuk di TV nasional, dan klien potensial kami suka berbisnis dengan perusahaan yang masuk TV, saya tidak pernah tahu apakah uang yang kami keluarkan sebanding dengan ROI yang kami dapatkan. Founder baru juga biasanya sangat agresif untuk pemasaran tahap awal ini.
Di sisi lain, berinvestasi di sebagian kegiatan PR dan memberikan hadiah pada pengguna sangat membantu merek kita untuk lebih dikenal. Ini bisa berdampak pada penjualan kita di masa depan. Portal seperti DealsStreet, FreeKaaMaal, dan CouponRaja melakukan ini dengan sangat baik.
Melakukan kampanye email pemasaran dengan sangat agresif
Situs penyedia diskon sering mengirimkan email secara agresif untuk meningkatkan traffic. Mereka berharap semakin banyak email yang mereka kirimkan, semakin banyak pula konversi pengguna yang mereka peroleh. Begitulah kesalah saya sebagai founder baru yang pastinya akan menjadi pelajaran berharga.
Tapi pada kenyataannya, mengirimkan lebih dari seratus ribu email dalam sekali waktu biasanya punya dampak negatif pada peluang dibukanya email tersebut. Email yang mereka kirimkan biasanya akan berakhir di folder sampah.
Selain itu, setelah banyak pengguna melaporkan email kita sebagai “spam”, maka ke depannya email yang kita kirimkan akan langsung masuk ke Spam alih-alih masuk tab Social atau Promotions.
Pelajaran dari kesalahan saya sebagai founder baru
Kami tidak sengaja mengirimkan 19.000 email dalam sekali waktu. Karena sebagian besar penerimanya adalah pengguna Gmail, email tersebut malah masuk ke Spam. Sejak saat itu, saya belajar untuk tidak mengirimkan lebih dari 10.000 email dalam sekali waktu.
Mengabaikan pentingnya seorang Chief Marketing Officer
Ketiga, founder baru juga sering mengabaikan kebutuhan untuk memiliki seorang CMO. Padahal, CMO adalah peran yang bisa menggerakkan upaya pemasaran dan menghasilkan lebih banyak pendapatan bagi perusahaan.
CEO selalu terbebani dengan banyak tugas, mulai dari mencari investasi, mengelola tim, menangani klien, berkoordinasi dengan tim teknologi, dan membiayai semua kebutuhan.
Dan, biasanya, cukup sulit bagi satu orang untuk fokus menghasilkan bisnis baru, mempertahankan pelanggan yang sudah ada, sembari memastikan kelancaran operasional dan pengiriman.
Tidak membuat variasi bisnis di waktu yang tepat
Setiap bisnis perlu berevolusi dalam rentang waktu 15-24 bulan. Kita tidak bisa terus sukses dengan hanya melakukan hal yang sama selama lima tahun ke depan (kecuali bisnis layanan IT atau konsultasi).
Penting bagi CEO dan CMO untuk memetakan rencana berdurasi lima tahun, di mana sebuah bisnis baru bisa ditambahkan setiap tahunnya, setelah mencapai sebuah milestone di bisnisnya sekarang.
Hanya berfokus pada pasar lokal
Pada titik tertentu, akan sulit bagi kita untuk mempertahankan tingkat pertumbuhan di pasar lokal. Itu adalah waktu yang tepat untuk berekspansi ke pasar internasional.
Namun, founder baru sering tidak mempertimbangkan peluang berekspansi ke pasar internasional. Mereka lebih memilih membatasi pertumbuhan bisnis mereka di wilayah tertentu. Hal ini menyebabkan potensi kerugian senilai ribuan (atau bahkan jutaan) dolar di pendapatan masa depan.
Kita harusnya tidak perlu paranoid terhadap ekspansi internasional jika model bisnis kita berjalan dengan baik di pasar lokal, serta punya potensi pertumbuhan yang cukup untuk beberapa tahun mendatang. Saya pernah melihat Couponzguru melakukan ini dengan sangat baik. Startup ini berekspansi dari India ke pasar Singapura dan Malaysia hanya dalam rentang waktu dua tahun.
Sebagai penutup, saya berharap para founder baru setidaknya bisa belajar sesuatu dari tulisan ini. Cobalah untuk tidak melakukan kesalahan-kesalahan umum tersebut selama perjalanan kewirausahaan kalian.
(Artikel ini pertama kali dipublikasikan dalam bahasa Inggris. Isi di dalamnya telah diterjemahkan dan dimodifikasi. Diterjemahkan oleh Lina Noviandari dan diedit oleh Mohammad Fahmi; Sumber gambar: Ryan Melaugh)