Niat baik pemerintah Indonesia dalam menyelesaikan kasus pajak Google tak disambut baik oleh perusahaan teknologi informasi asal Amerika Serikat (AS) tersebut. Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menyebutkan bahwa angka penawaran pembayaran pajak terutang yang diajukan Google terlampau rendah dibanding angka yang ditawarkan pemerintah Indonesia. Bahkan, Google disebut menawar hingga seperlima angka yang diminta pemerintah Indonesia.
Buntunya perundingan atau tax settlement yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dan Google yang berkantor pusat di Singapura membuat pemerintah Indonesia berniat menutup ruang perundingan di akhir tahun ini. Padahal melalui tax settlement, Google hanya diharuskan membayarkan pokok pajak tanpa ada sanksi administrasi. Google juga hanya diminta melaporkan data perpajakannya di Indonesia dalam bentuk elektronik.
Kepala Kantor Wilayah Ditjen Pajak Jakarta Khusus, Muhammad Haniv mengungkapkan, proses tax settlement sendiri sudah berlangsung sejak awal Desember ini. Ia menyebutkan bahwa perwakilan Google dari Singapura sempat menyambangi Kantor Ditjen Pajak secara tiba-tiba atas instruksi dari Kantor Pusat Google yang berkedudukan di AS. Namun, proses negosiasi yang untuk menyepakati “angka damai” tersebut tampaknya tak berjalan sesuai keinginan kedua belah pihak.
“Komunikasi terakhir dari Singapura datang tanggal 10 atau 11 Desember. Dia datang mendadak diperintah AS. Nggak ada janji (sebelumnya), mereka mau negosiasi sekarang. Kita langsung rapat besar. Mereka minta saya turunkan (nilai pajak), lalu mereka naikkan penawaran. Sudah kayak pasar,” kata Haniv di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Selasa (20/12).
Tutupnya proses negosiasi atas “angka damai” dalam tax settlement juga membuka peluang bagi pemerintah untuk meningkatkan proses pemeriksaan kasus ini berlanjut ke tahap preliminary investigation atau tahap awal investigasi. Dalam tahap ini, Google berpotensi diharuskan membayar utang pajak dan penalti sebesar 150 persen.
Haniv menambahkan, bila dalam tahap ini Google tetap tidak menunjukkan itikad baik untuk membayar utang pajak dan menyerahkan laporan perpajakannya, maka pemeriksaan akan meningkat ke tahap full investigation atau investigasi penuh. “Full investigation. Itu (penalti) 400 persen,” katanya.
Ketegasan pemerintah untuk menutup pintu negosiasi ini lantaran penawaran pemerintah Indonesia sudah terbilang rendah. Haniv menyebutkan, angka pajak yang disodorkan pemerintah sudah minimal jika dihitung dari utang pajak Google selama 2015 saja. Ia melanjutkan, Ditjen Pajak menolak penawaran nilai pajak yang diajukan Google. Sebab menurut Haniv, angka pajak yang disodorkan pemerintah sudah angka minimal jika dihitung dari utang pajak Google periode 2015.
“Saya tidak mau lagi ditawar karena mereka nawar di bawah sekali. Kalau saya ajukan 10, mereka nawar 2, kan seperlimanya, padahal angka itu sudah angka lebih kecil dari kewajiban seharusnya di 2015, belum saya hitung utang pajak 2014, 2013, dan seterusnya, jadi tidak masuk akal yang mereka minta,” ujar Haniv.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menyebutkan, lebih baik pemerintah dan Google tetap melanjutkan proses perundingan atau tax settlement. Alasannya, dari segi dasar hukum yang belum kuat, akan lebih menguntungkan Indonesia bila Google memang mau membayar pajak terutangnya. “Tetap negosiasi aja. Biar tidak ada grey area. Menurut saya lebih baik settlement saja. Kalaupun dipaksakan SKP di pengadilan pajak, sulitnya di dasar hukum,” katanya. [rol/ap]