Dalam memimpin sebuah tim atau perusahaan, kita tentu selalu berusaha menerapkan kebijakan yang terbaik. Kita ingin agar perusahaan maju, profitable dan sustainable, serta membuat karyawan di dalamnya bahagia. Untuk itu kita butuh sistem manajemen tertentu, yang paling sesuai dengan jenis perusahaan tersebut.
Celakanya, cara kita mengatur karyawan terkadang bisa memunculkan efek negatif. Mungkin sebenarnya kita berniat baik, tapi praktik yang kurang hati-hati malah memunculkan suasana kerja yang tidak nyaman. Beberapa contohnya dapat kamu simak di bawah ini.
Pilih kasih
Orang-orang yang bekerja di perusahaanmu bukan hanya berperan sebagai karyawan. Mereka juga bisa menjadi sahabat, kekasih, bahkan keluarga. Ketika kalian memiliki hubungan personal yang dekat seperti ini, jiwa sosialmu akan terdorong untuk membantu kesulitan mereka.
Jangan sampai niat “membantu” itu berubah menjadi perlakuan yang tidak adil. Misalnya mempromosikan jabatan untuk seseorang yang sebenarnya tidak layak menempati jabatan itu. Atau menoleransi performa buruk karyawan, hanya karena ia dekat denganmu. Perlakuan khusus ini dapat menimbulkan rasa iri, bahkan permusuhan.
Mempermalukan di depan umum
Ketika ada karyawan yang melakukan kesalahan, sudah sepatutnya kita memberikan teguran. Hukuman juga terkadang perlu bila kesalahan sudah terjadi berulang kali, atau bila itu kesalahan yang berat. Tapi kita tidak boleh membiarkan pikiran kita dikuasai emosi sehingga kita marah-marah di depan umum.
Apa saja dampak dari memarahi karyawan di depan umum
- Rasa malu yang berkepanjangan
- Harga diri akan terluka
- Mengalami suasana hati yang buruk untuk waktu yang lama
- Berpotensi menumbuhkan rasa benci
Ketimbang memarahi karyawan di ruang umum, lebih baik kamu memberi feedback positif di ruang privat.
Menilai orang dari “jam duduk”
Di beberapa lingkungan kerja, masih ada anggapan bahwa karyawan terbaik adalah karyawan yang datang paling awal dan pulang paling akhir. Padahal ini belum tentu benar. Kita harus bertanya dulu, mengapa dia pulang lebih akhir? Jangan-jangan ia bukan bekerja, hanya sedang mengunduh film Black Mirror episode terbaru.
Ketika karyawan harus pulang lebih akhir, ada dua kemungkinan:
-
- Ia kurang produktif sehingga tak dapat menyelesaikan pekerjaan tepat waktu.
- Beban kerja yang kita berikan terlalu banyak.
Keduanya sama-sama buruk. Bila ini terjadi terus-menerus, kamu harus segera melakukan evaluasi.
Karyawan dengan performa baik perlu kita beri apresiasi. Tapi ada sesuatu yang sering kali kita lupakan. Kita merasa sudah memberi apresiasi lewat bonus dan kenaikan gaji atau pangkat, tapi tidak menunjukkan apresiasi itu secara personal.
Meski terdengar remeh, mengucapkan selamat atau sekadar “good job” pada karyawan berprestasi dapat menumbuhkan semangat positif.
Apalagi bila kamu menunjukkannya saat sedang rapat di hadapan karyawan-karyawan lainnya. Mereka akan merasa dihargai, dibutuhkan, dan diperhatikan. Ini investasi moral yang mudah tapi berdampak besar.
Berlebihan menerapkan kedisiplinan
Pernahkah kamu bekerja di perusahaan yang melarang para karyawannya membuka Facebook? Atau tidak memperbolehkanmu cuti mendadak, padahal ada masalah penting yang tidak bisa kamu tinggal. Rasanya hanya bisa pasrah sambil menahan dongkol.
Kedisiplinan memang penting, tapi bukan berarti kita harus memerintah dengan tangan besi. Kamu bisa memberi peringatan atau hukuman bila ada hal yang merusak produktivitas secara berlebihan. Selama itu tidak terjadi, usahakanlah untuk memimpin secara fleksibel dan manusiawi.
Tidak memberi kesempatan berkembang
Saat kamu membuka lowongan kerja, kamu sudah menentukan job description dari awal. Tapi jangan biarkan si karyawan mengerjakan pekerjaan yang sama terus-menerus.
Beberapa hal yang bisa kamu lakukan:
- Memberi ruang untuk bereksperimen
- Mencoba hal baru
- Mengembangkan diri melalui pendidikan dan pelatihan
Jenjang karier yang jelas dapat menumbuhkan motivasi bagi karyawan untuk bekerja keras. Mereka juga lebih kebal terhadap tawaran kerja di tempat lain. Ingat, tidak ada karyawan yang mau menjadi “fresh graduate” atau “junior engineer” selama-lamanya.
Mengabaikan komitmen
Sebagai pemimpin atau founder perusahaan, kamu pasti akan menjadi orang yang sangat sibuk. Mungkin jauh lebih sibuk daripada para bawahan. Tetapi jangan menganggap enteng komitmen yang kamu buat dengan mereka.
Bila kamu menjanjikan sesuatu, tepatilah janji tersebut. Bila kamu menjanjikan sesuatu, tepatilah janji tersebut. Bila kamu menjanjikan sesuatu, tepatilah janji tersebut
Bolehkah meninggalkan komitmen dengan alasan ada urusan yang lebih penting? Sebetulnya boleh-boleh saja, asal urusan itu memang benar-benar tidak bisa dihindari. Juga jangan terlalu sering melakukannya. Bila pemimpinnya saja tidak memegang komitmen, bagaimana dengan para pengikutnya?
Memberi pekerjaan terlalu mudah
Membebani karyawan terlalu banyak itu tidak baik. Begitu pun sebaliknya, memberi pekerjaan yang terlalu mudah juga bukan ide bagus. Bila pekerjaan terlalu mudah, karyawanmu akan cepat bosan, kemudian pergi mencari tantangan di tempat lain.
Pemimpin yang baik akan mengajak para karyawannya untuk terus berinovasi. Ia mendorong orang-orang untuk keluar dari zona nyaman, kemudian membantu sekuat tenaga agar mereka berhasil. Kenali karyawanmu dengan baik, cari tahu batasan-batasan yang dimilikinya, kemudian ajak mereka untuk melampaui batasan itu.
Ketidakcocokan dengan atasan telah lama menjadi alasan terbesar yang membuat orang meninggalkan perusahaan. Menjaga komunikasi, integritas, dan pertumbuhan karyawan memang butuh kerja keras. Tapi itulah beban seorang pemimpin. Jangan pernah lupa bahwa kamu bertanggung jawab atas nasib banyak orang.
Buatlah agar para karyawan bekerja padamu bukan karena mereka harus, tapi karena mereka ingin. Dengan demikian mereka akan bekerja dengan suka cita, serta memberi performa lebih dari yang kamu harapkan. [tia/ap]