Meski layanan berbagi transportasi atau ride-sharing tengah populer di Tiongkok, model bisnis semacam itu tampaknya tidak cocok diterapkan untuk jasa peminjaman payung.
Bagaimana tidak, seperti diberitakan The Verge, Kamis (13/7/2017), E Umbrella yang dikenal sebagai startup penyedia jasa berbagi payung (umbrella-sharing) justru dilaporkan kehilangan hampir 300 ribu payung.
Parahnya, 300 ribu payung ini “lenyap” dalam kurun waktu tiga bulan setelah layanan tersebut diluncurkan. Adapun 300 ribu payung yang hilang tersebut disewakan di 11 kota di Negeri Tirai Bambu tersebut.
Sebagaimana diketahui, E Umbrella telah menggelontorkan investasi sebesar 10 juta yuan atau sekitar Rp 19,6 miliar untuk bisnis ini. E Umbrella mematok tarif 19 yuan atau sekitar Rp 38 ribu untuk satu deposit payung dan biaya tambahan tak sampai Rp 1.000 untuk setiap 30 menit.
Stan payung disediakan di sejumlah titik keramaian, seperti kereta dan terminal bus. Pengguna tinggal menggunakan kode untuk membuka kunci (unlock) payung, dan pembayarannya dilakukan via aplikasi.
Sayangnya, startup ini tidak menyediakan informasi lebih lanjut tentang cara pengembalian payung ketika mereka sudah selesai menggunakannya. Dengan begitu, sudah bisa ditebak si pengguna kebingungan untuk mengembalikan payungnya.
“Payung itu tak seperti sepeda karena sepeda bisa diparkir di mana saja. Tetapi, payung itu setidaknya harus diletakkan atau digantung di mana pun,” ungkap founder E Umbrella, Zhao Shuping kepada South China Morning Post.
Menurut Shuping, satu payung tersebut seharga 60 yuan atau sekitar Rp 118 ribu. Meski perusahaan harus kehilangan 300 ribu payung dan menggantinya, Shuping justru berencana untuk menambah 30 juta payung lagi di segala penjuru Tiongkok pada akhir 2017. [lien/rs]