Peran wanita di industri data di masa depan akan semakin menantang dan semakin membutuhkan keahlian yang baru. Tanpa usaha untuk terus belajar dan mengadopsi teknologi baru, bisa dipastikan para data profesional di Indonesia akan ketinggalan dibandingkan dengan negara tetangga.
Di masa depan, baik sektor swasta maupun pemerintahan profesi data scientist atau ahli pengolahanan data menjadi profesi yang banyak dicari di masa depan. Namun, apabila Anda bekerja di perusahaan yang menggarap bidang teknologi atau data saat ini, coba lihat ke sekeliling, berapa banyak wanita yang bekerja di bidang data?
Bukanlah suatu hal yang mengejutkan jika jumlahnya tidak banyak dibandingkan dengan jumlah pria. Sudah menjadi sebuah “stereotype” bahwa wanita cenderung kurang cocok bekerja di bidang STEM (Science, Technology, Engineering & Mathematics).
Peran Wanita pada Data Science
Secara umum orang-orang beranggapan bahwa kaum Adam lebih kompeten dibanding kaum Hawa dalam hal pekerjaan berbau teknologi dan peran wanita masih minim.
Kenyataannya cukup banyak wanita yang sukses dalam bidang teknologi seperti Hilary Mason, Monica Rogati, Julia Silge, Grace Hopper, Megan Price, dan masih banyak lagi. Dilansir dari VentureBeat, menurut McKinsey, akan terdapat defisit 1,5 juta tenaga kerja yang dapat menganalisa big data di Amerika Serikat beberapa tahun lalu terkait peran wanita.
Selain itu, permintaan untuk posisi data scientist diperkirakan akan melampaui jumlah tenaga kerja ahli sebanyak lebih dari 50% pada tahun ini.
Dengan semakin meningkatnya permintaan untuk posisi data scientist dan melihat masih kurangnya ketersediaan sumber daya manusia yang dapat memenuhi kriteria untuk posisi tersebut, sebaiknya kita menghilangkan stereotype yang menghalangi peran wanita untuk mengejar karir dalam bidang data science.
“Menjadi data scientist sebenarnya pekerjaan yang sangat responsible dan menuntut skill sets yang mumpuni, tapi sekaligus menantang, dan kita bisa mendapat banyak hal jika terus mau belajar. Tapi jangan takut menjadi berbeda, apakah pria atau wanita kalau punya unik dan berbeda jangan ragu untuk diwujudkan,” ujar Lilian Tjong, Data Scientist Tokopedia.
Kampanye internasional untuk melibatkan lebih banyak peran wanita dalam STEM (Science, Technology, Engineering & Mathematics), AI, dan data science telah diluncurkan di berbagai negara, didukung oleh entitas seperti IBM, IPsoft dan Microsoft serta US Chamber of Commerce. Dari Australia hingga Arab Saudi hingga Kanada, para pemimpin wanita yang kuat di STEM dan AI telah mulai menginspirasi para perempuan sejak dini dan wanita muda di seluruh dunia untuk bermimpi besar dan mengejar peluang karir di bidang teknik, kecerdasan buatan, dan sains.
Keunggulan Wanita pada Bidang Data
Kolaborasi
Pada umumnya wanita memiliki kemampuan untuk bekerja sama dengan orang yang berbeda – beda. Hal ini sangat penting karena data science mencakup semua aspek dan fungsi dalam sebuah perusahaan. Seorang data scientist dituntut untuk dapat bekerja sama dengan individu atau kelompok dari divisi mana saja.
Komunikasi
Sama halnya dengan berkolaborasi, wanita juga biasanya lebih pandai dalam berkomunikasi dengan orang lain. Masing – masing individu memiliki kemampuan untuk mengerti dan sudut pandang yang berbeda – beda tentang suatu hal. Berkomunikasi disini bukan berarti hanya memulai pembicaraan dan berusaha melanjutkannya, seorang data scientist harus mampu menjelaskan insight yang didapatkannya kepada rekan kerjanya sehingga mereka mengerti.
Perspektif
Seorang data scientist tidak hanya harus bisa mengumpulkan dan menganalisa data, tapi juga menarik berbagai kesimpulan secara menyeluruh dan mengetahui dampaknya terhadap sebuah perusahaan.
The White House juga berupaya menjadikan peran wanita di STEM sebagai prioritas utama: Inisiatif Pembangunan dan Kemakmuran Global Wanita, yang dipelopori oleh Ivanka Trump, ini adalah level baru pemberdayaan wanita di STEM. Proyek ini bertujuan untuk menjangkau 50 juta wanita di negara berkembang pada tahun 2025 melalui kegiatan pemerintah AS, kerja sama swasta-publik, dan dana segar serta membekali mereka dengan teknologi yang mendukung perkembangan digital.
Peran wanita di STEM, Data Science, dan AI bisa dibilang masih sangat minim, yakni hanya 28% dari angkatan kerja sains dan teknik. Meski 55% lulusan universitas adalah wanita, tetapi hanya sepertiga dari gelar tersebut yang bersekolah di STEM. Misalnya, penelitian dari World Economic Forum menunjukkan bahwa hanya 3% peran wanita yang mengambil kursus untuk teknologi informasi & komunikasi  (TIK), dengan hanya sekitar 5% memilih untuk melanjutkan studi matematika dan statistik, dan 8% sisanya masuk ke teknik.
Peluang berkarir di bidang AI juga kurang dimaksimalkan para wanita. Hanya 13,8% peran wanita yang telah menulis makalah penelitian terkait kecerdasan buatan, dan kurang dari seperempat wanita dianggap sebagai profesional AI. Informasi ini seharusnya lebih dari sekadar mengganggu perusahaan yang ingin meningkatkan tingkat kematangan AI mereka.
Menyambut Hari Kartini, Algoritma mengadakan Jendela Data: The Future of Women in Data bersama beberapa Data Scientist wanita seperti:
- Nurvirta Monarizqa, Data Scientist Microsoft US
- Stephanie, Data Scientist Unilever
- Cut Amalia Saffiera, Data Science Instructor Algoritma Data Science School
Pada sesi kali ini, kami akan membahas perspektif wanita dalam bidang data, projek-projek menarik yang sedang dijalankan dan bagaimana hal ini dapat membentuk masa depan dari Data Science. Acara ini akan diadakan pada:
Tanggal: Kamis, 21 April 2022
Waktu: 10.00 – 11:30 WIB
Platform: Zoom
Detail & pendaftaran: