Terinspirasi oleh mata kuliah Management of Change yang ia dapat ketika mengenyam pendidikan S1, Diajeng Lestari bertekad untuk menjadi agen perubahan. Setelah memutuskan berhenti bekerja sebagai marketing researcher di sebuah perusahaan, alumni FISIP UI ini meneguhkan niatnya tersebut khususnya di ranah Islamic fashion. Keputusannya ini bukan tanpa alasan, karena selain juga seorang muslim, Diajeng melihat potensi yang besar di ranah ini di Indonesia, yang notabene merupakan negara dengan populasi muslim terbesar di dunia.
Pada tahun 2011, Diajeng mulai mewujudkan mimpinya dengan mendirikan HijUp, e-commerce B2C (Business to Customer) dengan konsep fashion mall yang khusus menjual barang-barang fashion wanita muslim di Indonesia. Hingga kini, sudah ada lebih dari 120 brand dari para desainer lokal yang tergabung di website-nya. Pada tahun 2014 ini, HijUp tidak hanya menjual fashion muslim dengan mencoba menjual kebutuhan pakaian anak-anak dan produk-produk home & living.
Bagaimana Anda bisa masuk ke industri ini? Apa yang membuat Anda mau menjadi entrepreneur?
Diajeng: Banyak dorongan yang melatarbelakangi saya mendirikan HijUp. Secara internal, saya ingin membuat muslimah yang mengenakan hijab selalu merasa “UP”, percaya diri, dan merasa bahagia dengan penampilannya. Secara eksternal, saya ingin mengubah wajah industri Islamic fashion di Indonesia menjadi lebih baik, lebih sustainable, dan lebih bermanfaat. Indonesia memiliki potensi besar di bidang fashion dan tekstil, ditambah lagi dengan populasi muslim terbesar di dunia, industri fashion muslim bisa menjadi salah satu penopang ekonomi Indonesia apabila dikelola dengan baik.
Apakah Anda pernah menghadapi kendala dalam perjalanan entrepreneurship tersebut?
Diajeng: Pastinya pernah. Pada saat pertama kali berdiri, hampir semua hal saya kerjakan sendiri, mulai dari membeli gantungan baju, menjadi stylist pada saat pemotretan, mengkoordinasi pemotretan, hingga dealing dengan tenant. Hal itu menjadi tantangan tersendiri bagi saya. Tapi, selain itu masih banyak tantangan yang saya alami seperti bagaimana caranya meyakinkan calon tenant dengan ide perusahaan kami. Saat menawarkan jasa HijUp, tidak jarang ada yang mencibir kami dengan mengatakan bahwa nama perusahaan kami aneh, hingga tentang hasil foto kami yang jelek. Namun hal-hal tersebut saya anggap sebagai masukan yang berharga untuk mengembangkan HijUp menjadi lebih baik lagi.
Bagaimana Anda mencari mentor yang relevan dan orang yang bisa membantu?
Diajeng: Saya mengikuti beberapa seminar dan kegiatan yang relevan misalnya dengan mengikuti pemilihan entrepreneur. Dari situ saya bisa bertemu dengan orang yang sudah lebih berpengalaman dan meminta mereka untuk berbagi ilmu. Meski tidak resmi sebagai mentor, kita bisa belajar dan menyerap hal-hal positif dari mereka.
Menurut Anda, keahlian dan sikap apa saja yang diperlukan agar sukses di startup teknologi?
Diajeng: Pertama, percaya diri, percaya mimpi, dan percaya keajaiban Tuhan. Tuhan akan memberi jalan bagi orang-orang yang berusaha. Kedua, berkoordinasi dan berkomunikasi untuk membangun tim yang hebat. Selain itu startup juga harus berhubungan baik dengan berbagai stakeholder.
Apakah saat ini Anda single atau sudah menikah? Bagaimana cara Anda menyeimbangkan kehidupan pribadi dan pekerjaan?
Diajeng: Saya sudah menikah dan sudah dikaruniai satu orang anak perempuan berusia sembilan bulan. Suami saya juga seorang founder startup (Achmad Zaky, founder dan CEO Bukalapak). Kami biasanya mengobrol dan sharing tentang banyak hal pada malam dan pagi hari. Yang terpenting adalah saling pengertian, saling memahami, dan saling mendukung.
Nasihat apa yang ingin Anda berikan bagi para entrepreneur wanita lainnya?
Diajeng: Follow your heart, follow your dream.
Ada lagi yang ingin ditambahkan?
Diajeng: Ingin sekali ada komunitas founder startup wanita di Indonesia yang bisa memberikan support system, saling sharing, dan memperkuat satu sama lain.
[tia/ap]