Dalam beberapa tahun terakhir, startup fintech telah mengundang perhatian dari para investor ataupun masyarakat di tanah air. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya startup fintech yang mendapat pendanaan pada tahun 2017 lalu. Fintech menjadi sektor yang paling sering mendapat pendanaan, setelah e-commerce.
Namun, sebagian startup tersebut masih menjalankan bisnis finansial secara konvensional. Padahal sebagai negara dengan jumlah pemeluk agama Islam terbesar di dunia, Indonesia merupakan pasar potensial untuk bisnis keuangan secara syariah.
Hal ini dilihat oleh tiga orang yang berpengalaman di dunia perbankan, yaitu Bembi Juniar, Dima Djani, dan Harza Sandityo. Menyoroti sulitnya pemilik UKM di tanah air menemukan alternatif pinjaman yang berbasis syariah, mereka pun membuat sebuah marketplace khusus untuk pinjaman syariah yang disebut ALAMI.
Kami sebenarnya bukan sahabat lama. Tapi kami kemudian bertemu dan menyadari bahwa kami ternyata mempunyai misi yang sama. Jadi seperti taaruf.
Bembi sebelumnya pernah bekerja di beberapa bank syariah, seperti Bank Muamalat dan BRI Syariah. Sedangkan Dima dan Harza masing-masing mempunyai pengalaman di bidang investasi dan legal untuk perbankan.
Mempermudah akses pemilik UKM untuk pinjaman modal berbasis syariah
ALAMI merupakan marketplace atau agregator yang bisa kamu manfaatkan untuk mendapatkan pinjaman modal kerja berbasis syariah. Agar bisa mendapatkan pinjaman tersebut, kamu hanya perlu memasukkan data, dan ALAMI akan langsung menyebarkannya ke berbagai institusi dan bank syariah yang telah menjalin kerja sama.
Setelah itu, kamu akan mendapatkan tawaran dari berbagai bank yang menjadi rekanan, serta bisa memilih skema pinjaman apa yang kamu inginkan. Layaknya ketika menggunakan aplikasi kencan Tinder, kamu bisa langsung bertemu dan mendiskusikan transaksi pinjaman dengan pihak bank. Bila sukses, ALAMI berhak mendapatkan sejumlah komisi.
ALAMI sebenarnya telah mulai membuka layanan ini sejak Januari 2018 lalu, namun semua proses masih berjalan manual. Mereka mengaku baru akan meluncurkan platform online mereka dalam waktu tiga bulan ke depan.
“Sejak Januari 2018, kami telah mendapatkan permintaan pinjaman dengan total nominal Rp26 miliar. Sekitar tiga di antaranya telah berhasil kami fasilitasi, yang nilainya mencapai Rp13 miliar.”
Model bisnis ini serupa dengan marketplace produk finansial lain, seperti CekAja dan Cermati. Berbeda dengan ALAMI yang cenderung mengincar pemilik UKM, kedua startup tersebut justru lebih menargetkan pengguna individu.
[youtube https://www.youtube.com/watch?v=qxfwcBXwKEQ?version=3&rel=1&fs=1&showsearch=0&showinfo=1&iv_load_policy=1&wmode=transparent]
Menyoal kemungkinan mereka akan bersaing dengan bank, ALAMI menampik hal tersebut. Mereka menyatakan bahwa pihaknya dan para startup fintech yang lain justru akan menjadi mitra yang baik bagi bank.
“Menurut pengalaman dan pengamatan saya, bank-bank besar di luar negeri telah menerapkan teknologi canggih untuk membuat model bisnis pemberian pinjaman menjadi lebih efisien,” ujar Bembi. “Di Indonesia, hal itu hanya bisa dilakukan oleh bank-bank besar saja. Di situlah ALAMI masuk, untuk membantu para bank lain yang tidak bisa membuat teknologi tersebut.”
Untuk beroperasi, ALAMI mengaku telah mendapatkan pendanaan Pra Tahap Awal (Pre Seed) sebesar US$100.000 (sekitar Rp1,3 miliar) dari beberapa angel investor. Selain itu, mereka juga pernah mendapat dana hibah dari INSEAD, setelah menjadi juara kedua dari INSEAD Venture Competition.
Hingga saat ini, selain ketiga founder, ALAMI baru mempunyai dua orang karyawan.
Gandeng startup fintech syariah lain untuk berkembang
Selain bekerja sama dengan bank, ALAMI juga menggaet startup lain yang bisa memberikan pinjaman, yaitu perusahaan peer-to-peer (P2P) lendingsyariah bernama Kapital Boost. Lewat kerja sama ini, data dari pemilik UKM yang mengajukan pinjaman lewat ALAMI juga bisa ditawarkan kepada Kapital Boost untuk dimasukkan ke platform P2P lending mereka.
Lewat kerja sama dengan Alami ini, kami berharap bisa mendapatkan lebih banyak proyek pinjaman yang berkualitas.
Saat ini, Kapital Boost telah mempunyai dua macam layanan yang semuanya bisa dimanfaatkan oleh UKM dari ALAMI, yaitu Pembiayaan Pembelian Aset dengan akad Murabahah dan Pembiayaan Invoice dengan akad Qard dan Wakalah bil Ujrah. Mereka telah memfasilitasi sekitar lima puluh pinjaman kepada para pemilik UKM di Indonesia, Singapura, dan Malaysia.
“Kami pertama kali bertemu dengan Kapital Boost di acara IESE tahun 2017 yang lalu. Dan kami merasa punya semangat yang sama terkait bisnis keuangan syariah ini,” ujar Bembi.
Satukan kekuatan lewat Asosiasi Fintech Syariah Indonesia
Indonesia bagaikan raksasa yang masih tertidur terkait peluang bisnis keuangan syariah. Meski mempunyai jumlah penduduk muslim yang banyak, namun aset perbankan syariah hanya sebesar lima persen dibandingkan bisnis perbankan secara keseluruhan. Hal ini membuat Indonesia tertinggal dari negara tetangga seperti Malaysia dan Brunei Darussalam.
Menurut Bembi, masalah ini terjadi karena memang bisnis keuangan syariah baru berkembang di Indonesia pada tahun 1990-an. Pemain bisnis syariah yang ada sekarang pun kebanyakan merupakan anak usaha dari perusahaan keuangan konvensional, sehingga ketika terjadi masalah keuangan sering tidak diprioritaskan.
“Namun beberapa tahun belakangan, kami melihat semakin banyak masyarakat tanah air yang mempunyai ketertarikan dengan hukum-hukum dan ibadah di dalam Islam. Hal ini bisa terlihat dari jumlah orang berangkat umrah yang meningkat tajam.”
Khusus untuk mendorong perkembangan para pemain fintech syariah, beberapa startup bahkan telah membuat Asosiasi Fintech Syariah Indonesia yang saat ini dipimpin oleh Ronald Yusuf Wijaya, Co-founder dan Country Head dari Ethis Ventures di Indonesia. Asosiasi ini diharapkan bisa memudahkan kolaborasi antar pemain, serta memudahkan komunikasi mereka dengan pihak regulator seperti Otoritas Jasa keuangan (OJK).
Alami dan Kapital Boost pun merupakan bagian dari asosiasi tersebut. Selain mereka, juga ada startup tanah air lain seperti Ammana dan Syarfi. [tia/ap]