Kamu pasti pernah merasakan. Jam 3 pagi ma terbangun gara-gara terlalu excited memikirkan ide startup yang menurut Kamu “This is my best business idea ever”. Udah terbayang mau mengajak siapa saja buat jadi co-founder sampe cara monetize startup Kamu gimana. Pokoknya kayak udah tahu setahun kedepan bakal mau ngapain aja, bahkan udah kepikiran sampe dapat funding dari VC. Same here, I really know that feeling. Soalnya saya juga sering demikian.
Daripada Kamu buang-buang waktu, kata saya lebih baik dicatat dulu poin-poin penting dari idenya terus tidur. Way more effective than only thinking without execution, right? Sebelum Kamu bikin itu startup, saya mau sharing satu tips murah dan efektif. Tips ini juga saya dapat dari Appster, cuman bahasanya saya permudah biar gampang dimemengerti sama kalian my fellas.
DO MARKET RESEARCH DULU
Menurut saya ini hal penting yang pertama kali harus Kamu lakukan buat membangun suatu startup. Secara startup tuh salah satu fokusnya adalah market dan saya mengerti ide Kamu tuh datang gara-gara kekesalan Kamu terhadap suatu masalah tapi santai saja dulu, tidak usah buru-buru dibuat. Memang pikir Kamu masalah itu juga dirasakan orang lain, tapi Kamu juga harus pastikan lagi startup Kamu itu memang berguna apa tidak. Hasil survei aja bilang 42% startup gagal gara-gara tidak ada pasarnya, belum lagi 19 sebab lain kenapa startup gagal. TIdak mau kan Kamu udah keluar sekian juta cuman bikin platform yang emang nggak dibutuhkan di pasar, biarpun Kamu programmer tapi kan Kamu cuma meminimalisir pengeluaran, money is still money. Jadi, lebih riset terlebih dahulu tentang idenya.
Tips buat risetnya sangat mudah. Kamu hanya harus ngobrol langsung ke 12 orang calon konsumen. Cari orang yang kira-kira merasakan masalah yang sama dengan apa yang Kamu rasakan, ngobrolnya pun harus intense. Agar jadi bisa kamu ambil feedback buat ide kita.
Misalnya, kayak di UNPAD saya merasakan pertama kali ke daerah Jatinangor itu jarang ada Go-Jek buat pesan makanan, terus risetlah ke teman-teman mahasiswa baru dan katering–katering yang memang sudah lama di UNPAD soal platform buat pesan makanan, ternyata setelah nanya ada tuh OA LINE yang bisa mesen makanan kayak GO-Food juga. Kalau kamu sudah riset kan kita jadi tahu pesaing Kamu bisnis kita. Untung saya tidak jadi bikin platform-nya kan lumayan tidak jadi keluar biaya buat bikin sesuatu yang sudah ada.
Inti riset idenya Kamu hanya harus dapat jawaban dari 3 pertanyaan ini :
- Apakah produk Kamu ada yang mau?
- Kalau ada yang mau, apakah dia mau bayar?
- Kalau dia mau bayar, bayarnya berapa?
KENAPA SAYA TIDAK MENYARANKAN UNTUK BIKIN KUESIONER.
Saya awalnya adalah orang yang riset ide lewat kuesioner via Typeform, tapi sekarang sudah dapat pencerahan setelah membaca artikel dari kang Andrew Ryan, kenapa kita jangan pake kuesioner buat riset ide.
Percayalah hasil dari survei dan realitanya kadang hampir berbeda 180 derajat. Kalau tidak percaya saya berikan contoh berikut.
Bayangkan di kuesioner ada pertanyan ini :
Apakah anda mau menggunakan aplikasi media sosial buatan anak bangsa?
YA / TIDAK
Apakah anda mau menggunakan aplikasi yang memperbolehkan orang asing naik ke mobil anda?
YA / TIDAK
Kemungkinan besar pasti jawabnya :
- YA
- TIDAK
Aplikasi yang pertama namanya Sebangsa, mungkin sebagian besar orang belum mendengar itu platform. Tapi seperti produk kreatif anak SMK yang sering muncul di TV, biarpun visinya bagus tapi percuma kalau tidak ada yang mau pakai produknya. Dan aplikasi kedua namanya UBER, a 70 Billion Dollar Company. Aplikasi yang hampir ada di setiap smartphone orang. Contoh diatas saya kutip dari artikelnya kang Andrew Ryan btw.
Saya sendiri kalau mengisi kuesioner di google form punya siapa saja suka malas duluan mengisinya gara-gara pertanyaannya suka banyak terus disuruh mengetik pula responnya, bagaimana tidak membuat malas. Paling orang yang mengisi pun gara-gara tidak enak sama temannya dan cuma pengen bantu temen. Alhasil, jatuhnya malah tidak efektif riset idenya.
Sebenarnya bukan maksud saya menjatuhkan metode yang pakai kuesioner untuk riset pasar, tapi menurut saya alangkah lebih baik mendengar langsung reaksinya dari calon konsumen. Tapi kalau memang untuk suatu bisnis yang sudah punya banyak konsumen kan tidak mungkin juga kita mendatangi orang-orangnya satu-satu buat masukannya. Jadi tergantung juga riset pasar dengan skala bisnisnya. Ini artikel saya bikin bukan untuk orang yang sudah berpengalaman dalam bisnis, soalnya saya pun masih minim pengalaman.
Artikel ini dibuat oleh Akbar Naufan, apabila kau menyukai artikel ini dan memiliki pendapat lain, silahkan berbagi pada kolom komentar di bawah. [hw/ap]