Pada tahun 2020, Lembaga Penjamin Simpanan mencatat bahwa sekitar 77 persen dari total 270 juta penduduk Indonesia belum memiliki akses ke layanan perbankan. Sementara itu, adopsi produk perbankan terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun yang sama, terdapat 351,7 juta rekening nasabah yang terdaftar di 110 bank, baik konvensional maupun syariah, meningkat dari 315,4 juta rekening pada tahun sebelumnya. Namun, lonjakan ini belum mencakup seluruh populasi, dan untuk menyikapi kekosongan ini, bank digital mengambil peran penting.
Dalam artikel ini, kita akan membahas secara mendalam tiga platform bank digital utama di Indonesia: Allo Bank, Bank Jago, dan Bank Neo Commerce (BNC). Pemilihan ketiga bank ini tidak didasarkan pada urutan tertentu, melainkan dipilih secara acak oleh tim redaksi untuk memastikan ketidakberpihakan.
Aplikasi Bank Digital yang Paling Banyak Diunduh
Dilihat dari total unduhan per Juni 2022, BNC menonjol dibandingkan dengan Bank Jago dan Allo Bank. BNC pertama kali meluncurkan aplikasinya secara terbatas pada Maret 2021, disusul oleh Bank Jago pada April 2021, dan Allo Bank pada Mei 2022. Menurut Sucor Sekuritas, jumlah pengguna aktif bulanan (monthly active user/MAU) aplikasi BNC mencapai 3,2 juta pengguna pada Mei 2022, mengungguli kedua pesaingnya.
Bank Jago menempati posisi kedua dengan total 2,2 juta pengguna, sementara Allo Bank berhasil mencapai hampir 2 juta pengguna dalam kurun waktu sekitar satu bulan setelah diluncurkan.
Ekosistem Pendukung
Ketiga platform, Allo Bank, Bank Jago, dan BNC, memiliki dukungan dari beragam ekosistem digital, mulai dari unikorn hingga konglomerat. Semuanya berasal dari transformasi bank konvensional yang dirombak menjadi bank digital.
Awalnya, BNC dikenal sebagai Bank Yudha Bhakti sejak 1990. Pada 2019, startup fintech Akulaku yang terafiliasi dengan Alibaba Group menjadi salah satu pemegang saham utama. Tahun berikutnya, Bank Yudha Bhakti berubah nama menjadi Bank Neo Commerce.
Bank Jago, sebelumnya Bank Artos yang eksis sejak 1992, mengalami transformasi saat bankir senior Jerry Ng mengambil alih kepemilikan pada 2020. Pada tahun yang sama, Gojek melalui unit bisnis GoPay turut serta sebagai pemegang saham.
Sementara itu, Allo Bank adalah hasil perombakan Bank Harda Internasional yang dibeli oleh konglomerat Chairul Tanjung pada 2021. Setelah rights issue, sejumlah pemegang saham baru seperti Bukalapak, Salim Group, dan Grab turut memperkuat ekosistem Allo Bank.
Kinerja, Aset, dan Modal Inti
Mengutip laporan keuangan kuartal I/2022, BNC unggul dalam menghimpun simpanan pihak ketiga dari nasabah. Bank Jago menjadi yang paling aktif menyalurkan pinjaman pihak ketiga, termasuk pembiayaan syariah melalui unit bisnis Bank Jago Syariah.
Secara khusus, BNC saat ini belum memenuhi batas minimum modal inti yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yaitu Rp3 triliun hingga akhir 2022. Mereka berencana untuk menggelar rights issue dan private placement dengan harapan menambah modal inti menjadi Rp5 triliun.
Dalam pasar modal, harga saham ketiga bank digital ini bersaing, terutama ketika melihat rasio price-to-book value (PBV). PBV mengukur nilai aset bersih perusahaan dibandingkan dengan harga saham, dan ketiganya saling berkompetisi dalam mengukur mahal-murahnya harga saham.
Strategi Masa Depan
Saat peluncuran Allo Bank, Chairul Tanjung menyampaikan rencananya untuk menjadikan platform digibank ini sebagai super-app dalam tiga tahun ke depan. Tahap awal akan difokuskan pada penyaluran pinjaman dengan target mencapai Rp8–10 triliun hingga akhir 2022.
Bank Jago, di bawah kepemimpinan Wakil Direktur Utama Arief Harris, berfokus pada penyediaan fitur transaksi yang mudah bagi nasabah. Mereka tidak hanya menawarkan suku bunga tinggi untuk menarik simpanan pihak ketiga, melainkan berusaha memberikan kemudahan transaksi.
Sementara itu, Presiden Direktur BNC, Tjandra Gunawan, menganggap bahwa penawaran suku bunga tinggi dapat meningkatkan profitabilitas perusahaan. Mereka juga berencana untuk menyalurkan lebih banyak pinjaman langsung guna meningkatkan margin bunga bersih, dengan target mencetak laba pada 2023.
Dengan persaingan yang semakin sengit di sektor bank digital, akan menarik untuk melihat bagaimana strategi dan inovasi masing-masing platform akan membentuk masa depan perbankan digital Indonesia.