Ada banyak penafsiran saat membicarakan tentang definisi Minimum Viable Product (MVP). Salah satunya, MVP adalah sebuah produk yang memiliki set fitur paling minimalis, tujuannya untuk membuktikan hipotesis paling esensial dalam bisnis yang dikembangkan. Bentuknya pun beragam, meskipun jika dalam startup digital akan lebih memberikan experiences saat bentuknya aplikasi, namun tidak menutup kemungkinan dengan hal yang lebih sederhana.
Contoh yang paling sering dipaparkan ialah MVP dari pengembangan Dropbox, kala itu hanya berbentuk sebuah video. Video singkat yang memaparkan inti dari cara kerja layanan yang akan mereka kembangkan dan keuntungannya untuk pengguna. Ribuan, bahkan ratusan ribu calon pengguna mendaftar hanya dengan menonton video itu.
Jadi inti dari MVP bukan pada alpha/beta product dari aplikasi, namun lebih kepada cara memberikan kesempatan konsumen untuk memvalidasi secara langsung versi awal produk yang dikembangkan. Karena ketika ide telah direalisasikan dalam sesuatu yang lebih riil dan terpublikasi, orang akan lebih mudah membayangkannya dan menentukan apakah produk tersebut yang ia butuhkan atau tidak.
Bahkan MVP bisa berbentuk sesimpel satu single-web page dengan penjelasan menarik, lalu dibubuhi sebuah kolom isian email jika ada pengunjung yang tertarik.
Menjadi tahapan paling penting, menentukan lanjut atau memikirkan ide lain
Dalam berbagai pembahasan tentang “Lean Startup”, MVP selalu ditempatkan pada teknik yang paling penting untuk dilakukan. Menurut Eric Ries, salah satu yang mempopulerkan konsep MVP, bahwa dengan adanya produk inisiasi seseorang dapat mengumpulkan sebanyak mungkin pembelajaran atau umpan balik dari konsumen.
Meluncurkan aplikasi MVP juga dikatakan sebagai sebuah bentuk seni. Karena di sini memerlukan presisi yang tepat antara apa yang ingin disuguhkan dan apa yang benar-benar konsumen butuhkan. Untuk itu sebelum meluncurkan MVP, perlu diketahui komponen apa saja yang perlu diperhatikan, sebagai karakteristik MVP.
Setidaknya ada tiga hal yang menjadi kunci dalam pengembangan MVP: (1) menitikberatkan pada kegunaan produk secara esensial, sehingga ketika produk benar-benar diluncurkan maka konsumen bersedia menggunakan; (2) memberikan gambaran umum kepada konsumen tentang fungsionalitas lengkap yang akan dihadirkan mendatang; dan (3) menyediakan kanal umpan balik untuk membantu pengembangan secara berkelanjutan.
Mengantarkan pada penilaian yang terukur dan realistis, bukan pada asumsi
Setelah MVP sampai kepada konsumen ada banyak hal yang dilakukan. Yang paling sederhana adalah berbicara dengan konsumen, untuk mengetahui apa yang mereka rasakan. Menariknya saat ini sudah ada banyak sekali tools pengukuran yang bisa diintegrasikan, contohnya Google Analytics. Dari situ akan ditemukan apa yang disebut Problem-Solution Fit.
Problem-Solution Fit ini sederhananya adalah ketika banyak pengguna merasa apa yang dilahirkan melalui layanan tersebut menjawab kebutuhannya. Namun ketika sudah mencapai ini pun bukan berarti cukup. Karena pada akhirnya semua akan dipertaruhkan untuk tujuan bisnis. Maka selanjutnya perlu memikirkan Product-Market Fit, yakni tentang bagaimana meraih revenue dari proses bisnis yang telah dikembangkan.
Dari sini apa yang didapat adalah pengukuran. Tentang apa yang paling diminati dari inisiasi produk, apa yang paling ditunggu, masukan apa yang diberikan dan sebagainya. Semua harus terdokumentasikan secara jelas sebagai bekal untuk mematangkan produk. Bahkan untuk menentukan penghentian pengembangan jika solusi yang ditawarkan ternyata tidak tepat guna.
Hal lain yang perlu diperhatikan, MVP juga harus disodorkan kepada pangsa pasar yang tepat. Dipasarkan kepada orang-orang yang ditargetkan sebagai pengguna. Sehingga marketing effort tetap berperan kunci dalam tahap ini.
Membutuhkan pengujian ketat dan fokus dalam pengembangannya
Selain melakukan pemantauan umpan balik dari pengguna secara aktif, pengujian juga diperlukan. Terdapat banyak metodologi yang bisa digunakan untuk pengujian produk di masa MVP (ini lebih cocok dilakukan ketika MVP berupa aplikasi atau produk yang bisa dicoba). Salah satu metodologi yang dapat digunakan adalah A/B Split Testing.
Salah satu yang dilakukan oleh metodologi pengujian tersebut adalah dengan membandingkan apa yang dihasilkan aplikasi ketika diuji dengan mengubah-ubah variabel yang ada pada aplikasi. Misalnya pada penempatan tombol atau fungsionalitas menu, lakukan perubahan dengan beberapa desain pada periode waktu tertentu. Lalu lakukan analisis, dari tindakan yang paling cepat dan umum dilakukan oleh penguji. Bahkan oleh calon konsumen sekalipun.
Kendati demikian fokus terhadap tujuan utama juga perlu menjadi perhatian. Sering kali dalam proses pengembangan produk, terlebih saat telah meluncurkan MVP, akan ada ide-ide baru yang bermunculan. Bisa saja dengan mudah seseorang langsung mencomot ide tersebut dan mengimplementasikannya ke dalam produk. Padahal belum tentu reliable dan bisa jadi menambah kompleksitas produk.
Padahal kesederhanaan proses sangat diutamakan dalam MVP untuk memusatkan perhatian pada esensi produk. Dampak dari ideas-overflow jika tidak terkelola dengan baik adalah gagalnya proses MVP dalam kaitannya dengan validasi konsumen dan pangsa pasar.
Ada cara untuk tetap memfokuskan pada tujuan dari pengembangan produk inisial
Pertama yang perlu dilakukan setelah memiliki ide spesifik tentang sebuah produk, kunci target pengembangannya. Turunkan ruang lingkup MVP (kaitannya dengan fungsionalitas dan fitur) lalu segera lakukan proses pra-produksi. Di sini proses perancangan dimulai, tapi bukan berarti tanpa adanya batu sandungan. Biasanya justru datang dari lingkup internal, yakni pengembangan ide yang tiada henti. Ingin menambahkan ini, menambahkan itu dan sebagainya. Yang diperlukan di sini adalah jangan mudah terlena. Fokus pada tujuan awal.
Dalam proses pengembangan lakukan secepat mungkin. MVP tidak membutuhkan fitur yang sangat lengkap, namun yang pasti harus mencakup tujuan utama dari ide. Jadi lakukan pengembangan seramping mungkin. Karena perlu untuk sesegera mungkin menghadirkan produk tersebut kepada konsumen. Karena pengembangan lanjutan atau penambahan fitur yang paling pas adalah ketika masukan tersebut berasal dari konsumen secara umum.
Jadi dapat disimpulkan, bahwa MVP itu pada dasarnya validasi tahap awal dalam pangsa pasar sebenarnya. Jika tervalidasi baik, pengembangan selanjutnya dapat bertumpu pada masukan yang diberikan, karena berasal langsung dari calon pengguna produk ke depan. [ds/ap]